NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pakar politik etnisitas, M Dahrin La Ode meminta pemerintah Indonesia sebaiknya segera melakukan evaluasi terhadap hak kepemilikan tanah di NKRI. Yakni dengan menggunakan politik geografis sebagai ruang hidup bagi semua generasi pemilik alamiahnya.
Bentuk evaluasi ini antara lain bahwa semua WNI (Warga Negara Indonesia) Pribumi boleh memiliki hak milik atas tanah NKRI. Termasuk HPL, HGB, dan istilah-istilah lain yang bukan hak milik. Selanjutnya, kata Dahrin, semua WNI keturunan non pribumi, dilarang mendapatkan hak milik atas tanah NKRI. Kecuali HPL, HGB, dan istilah lain yang bukan hak milik.
Sehubungan dengan itu, lanjut Dahrin, maka pemerintah agar membuat kebijakan baru atas tanah NKRI yang telah diterbitkan sertifikat hak milik atas tanah kepada seluruh WNI non pribumi termasuk ECI (Etnis Cina Indonesia). Kemudian status itu dirubah menjadi HPL, HGB, dan istilah lain yang bukan hak milik.
Baca Juga:
Sebanyak 120 Juta Hektar Tanah di Indonesia Berstatus Ilegal
Kekayaan 4 Orang Indonesia Setara Dengan 100 Juta Penduduk
Direktur Eksekutif Center Institute of Strategic Studies ini menilai bahwa berdasarkan pertimbangan politik geografis, menjual dan memberikan hak milik atas tanah NKRI kepada bangsa asing ECI dan seterusnya berarti menjual dan memberikan hak kedaulatan wilayah NKRI gratis kepada bangsa lain. Mengingat dalam sejarahnya, ECI selalu menjadi pengkhianat atas bangsa Indonesia dan Negara Pancasila.
Selain itu, memberikan hak milik dan penjualan tanah kapada bangsa asing dan ECI membawa resiko dijadikan wilayah negara Cina. “Studi kasus adalah Israel mendirikan negara Israel. Menjadi satu-satunya negara modern bagi bangsa Yahudi di dunia atas dasar tanah hak miliknya yang telah dibeli dari bangsa Palestina di atas wilayah politik geografis Palestina,” ungkap Dahrin La Ode kepada Nusantaranews.co, Sabtu (24/3/2018).
“Kemudian tanah atas hak milik itu dijadikan politik geografis Bangsa Yahudi untuk mendirikan Negara Yahudi di atas tanah bangsa Palestina dengan dukungan Inggris dan kemudian PBB.
Atas dasar studi kasus pembelian tanah Yahudi kepada Palestina, maka menjual tanah kepada bangsa asing berarti menjual wilayah politik geografis dan kedaulatan negara kepada bangsa asing,” terangnya.
Editor: Romadhon