NUSANTARANEWS.CO – Kelompok militan yang beroperasi di perbatasan Niger-Mali sudah mulai menampakkan dirinya usai kematian 4 tentara Amerika Serikat yang diserang saat bepatroli di dekat perbatasan sekitar 125 mil utara Niamey, ibukota Niger pada Oktober tahun 2017 lalu.
Diketahui, saat berpatroli bersama pasukan keamanan mereka disergap di kawasan Sahel yang dikenal sebagai kawasan padang sahara.
Adapun keempat tentara AS yang tewas tersebut di antaranya Sersan La David T. Johnson, Sersan Dustin Wright, Sersan Bryan Black, dan Sersan Jeremiah Johnson.
Pemimpin kelompok militan yang berafilisasi dengan SISI di Afrika Barat dilaporkan telah mengklaim serangan mematikan tersebut. Kantor berita Nouakchott News Agency (ANI) Mauritania, seperti dikutip Reuters melaporkan kelompok militan itu mengaku bertanggung jawab.
Insiden nahas ini lantas menarik perhatian Pentagon yang kemudian mengeluarkan kebijakan untuk melakukan pemburuan terhadap kelompok tersebut.
Diketahui, saat ini AS telah menempatkan sedikitnya 800 tentaranya di Niger.
Dan dalam kasus tewasnya empat tentara AS tersebut, pejabat keamanan dikatakan telah berhasil mengidentifikasi kelompok militan yang beroperasi di Sahara Besar yakni sepanjang perbatasan Mali, Niger dan Burkina Faso.
Kelompok tersebut kemudian teridentifikasi militan yang setia kepada sosok Adnan Abu Waleed Al-Sahrawi.
Lebih lanjut, tahun lalu juga dilaporkan kelompok militan di Mali telah bergabung dengan kelompok militan pimpinan Al-Sahrawi.
Tak hanya tentara AS, mereka juga menargetkan serangan terhadap pasukan Perancis yang ditugaskan di sejumlah negara di Afrika.
Bagaimana pun, perang dengan kata sandi memburu kelompok militan perlahan tapi pasti sudah mulai bergeser ke tanah Afrika. Dan patut dicatat, Niger adalah negara penghasil uranium terbesar keempat di dunia dengan jumlah produksi sekitar 4.116 ton dan cadangan sekitar 404.900 ton. (red)
Editor: Eriec Dieda