Mancanegara

Pertama Kali Sejak 2013 Tentara Perancis Tewas di Mali

NUSANTARANEWS.CO, Afrika Barat – Setidaknya dua tentara Perancis tewas akibat sebuah serangan alat peledak terimprovisasi (EID) yang menghantam kendaraan lapis baja di Mali, Afrika Barat. Tewasnya dua tentara Perancis ini menambah daftar panjang jumlah korban pasukan asing yang beroperasi di Afrika setelah tahun lalu empat tentara angkatan darat Amerika Serikat juga merenggang nyawa di Padang tandus Sahel.

Melansir France24, Kamis (22/2/2018), sedikitnya lebih dari 4.000 pasukan Perancis beroperasi di Sahel, Afrika Barat dalam Operasi Barkhane yang mengusung misi menetralisir kelompok militan bersenjata di kawasan padang tandus Sahel.

Kawasan sepi penduduk ini dinilai sebagai daerah yang cukup angker di Afrika dan telah menjadi tempat hilir mudiknya kelompok bersenjata yang melakukan perlawanan terhadap keberadaan pasukan asing di tanah Afrika. Di daerah ini juga empat tentara AS tewas setelah disergap para militan saat berpatroli bersama pasukan Niger.

Insiden nahan yang menimpa dua tentara Perancis ini menjadi yang pertama kali terjadi sejak empat tahun terakhir. Sebelumnya, pada tahun 2013 silam pasukan negara beribukota Paris berhasil menghentikan pemberontakan kelompok bersenjata di Mali.

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

Namun begitu, gagalnya pemberontakan tersebut tak lantas membuat para militan jera tetapi terus menerus melakukan penyerangan dan perlawanan secara bergerilya.

Bahkan, sejak mundurnya para militan di tahun 2013, gerakan mereka justru meluas ke berbagai daerah lainnya, termasuk ke ibukota Mali, Bamako.

Dengan kata lain, para militan mengincar pasukan asing yang bercokol di Mali, termasuk pasukan keamanan PBB yang juga bertugas di Bamako dan negara-negara Afrika lainnya untuk menghalau para teroris yang dianggap menganggu pembangunan Afrika yang merupakan proyek investasi sejumlah negara.

Ambil contoh misalnya di Niger. Di negara yang berbatasan langsung dengan Mali di sebelah timur ini Uni Eropa diketahui menggelontorkan dana senilau 596 juta Euro di bawah kendali European Development Fund (EDF) untuk program pembangunan Niger.

Besarnya investasi asing di Niger memicu situasi sosio-ekonomi dan keamanan memburuk dalam beberapa tahun terakhir, utamanya pada tahun 2017. Ancaman kriminal, terorisme dan krisis kemanusiaan terus membayangi negara yang berbatasan dengan Nigeria ini.

Baca Juga:  Amerika Memancing Iran untuk Melakukan Perang Nuklir 'Terbatas'?

Guna menghadapi ancaman proyek pembangunan di Niger, PBB mengerahkan pasukan keamanan dalam jumlah tak sedikit di Niger, termasuk di negara-negara Afrika lainnya seperti Mali, Burkina Faso, Mauritania dan Chad.

Pasukan keamanan yang beroperasi di kelima negara tersebut di bawah bendera G5 dibantu sejumlah negara Uni Eropa, terutama Prancis dan juga Amerika Serikat. Adapun kelompok-kelompok yang akan mereka hadapi di antaranya Boko Haram, Ansarul Islam, Al-Shabbab, Al-Murabitoun dan Front Pembebasan Macina. Nama Boko Haram menjadi kelompok paling mematikan.

Pewarta: Eriec Dieda
Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts