NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Divestasi saham Freeport 51% oleh PT Inalum menimbulkan sejumlah pertanyaan. Pasalnya dari pihak PT Inalum menurut Wakil Ketua DPR RI hingga kini tidak transparan.
Dimana Inalum tidak memberikan penjelasan secara terbuka terkait transaksi dan skema utang di balik pembelian saham Freeport milik Rio Tinto tersebut.
Baca Juga: Klarifikasi KLHK Soal Pencabutan Kepmen 175 Tahun 2018 Ihwal Aturan Tailing Freeport
Untuk itu, dirinya memprediksi dalam waktu dekat DPR akan segera membentuk Pansus (panitia khusus) Freeport guna mengaudit transaksi Inalum dengan Freeport.
“Kalau tidak terjadi sekarang, akhir tahun ini. Begitu pembentukan DPR tanggal 1 Oktober, lalu pilihan pimpinan DPR tanggal 1 Oktober, berikutnya dugaan saya pasti akan terbentuk Pansus. Karena Inalum tidak menjelaskan transaksi dan skema hutang apa yang ada di belakang dia. Ini diem diem,” kata Fahri Hamzah, kepada wartawan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (16/1/2019).
Fahri menegaskan harus ada audit divestasi 51% saham Freeport segera. Agar masyarakat Indonesia dan khususnya bagi masyarakat Papua bisa tenang tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi di balik transaksi oleh Inalum ini.
“Karena di belakang Inalum ada transaksi yang tidak pernah dijelaskan kepada DPR. Siapa yang memberi utang? Bagaimana struktur utangnya? Siapa yang menjamin utang itu? Dan bagaimana struktur kepemilikan kita? Apakah saham yang 51% dijaminkan kembali sebagai bagian dari jaminan utang?”
“Nah karena itu kemudian perusahaan yang terlibat? Konsorsium mana yang terlibat? Sebab dugaan saya ini di belakangnya itu permainan antara pemilik saja,” ujar dia.
Dengan kata lain, ia menduga justru pihak pemilik yang memberikan pinjaman kepada pihak Inalum. “Ini konsorsium yang memberikan pinjaman sama dengan yang mau kita beli. Jadi ini dugaan saya,” jelasnya.
Dirinya mengibaratkan skema kasus devistasi Freeport ini seperti rentenir yang memberikan pinjaman kepada calon pembelinya untuk membeli barang si rentenir yang bersangkutan. Inilah yang menurut Fahri Hamzah harus dijelaskan sejelas-jelasnya kepada publik.
“Kalau mau jelas serahkan saja dokumennya kepada DPR dan saya minta KPK berinisiatif karena indikator ini kan nampak juga dalam perhitungan perhitungan yang sangat ilmiah,” terangnya.
Pewarta: Romadhon
Editor: Alya Karen