Mancanegara

Otoritas Cina Siksa Muslim Uighur, Pemerintah Indonesia Masih Tutup Mata

etnik uighur, uighur, xinjiang, muslim uighur, pemerintah cina, nasib uighur, minoritas cina, nusantaranews, otoritas cina
Masyarakat Muslim Uighur, Xinjian, Cina. (Foto: Imaginechina/REX/Shutterstock)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Aksi penindasan pemerintahan Cina terhadap minoritas etnik Muslim Uighur di Xinjiang bukanlah kabar baru. Sejak bertahun-tahun, wilayah yang dulunyamerupakan sebuah negara berdaulat Republik Turkistan Timur itu selalu dijaga ketat setelah menjadi bagian dari Cina pada 1949.

Uighur adalah minoritas etnik Turki yang hidup di Xinjiang bagian utara Cina dan masyarakatnya beragama Islam. Sampai hari ini, warga suku Uighur menderita tekanan fisik dan mental dari pemerintah negara komunis Cina dan telah mengasingkan setidaknya 1 juta bangsa Uighur ke camp campre edukasi. Di sana, suku Uighur dipaksa mencela agama Islam serta dilarang menggunakan pakaian, bahasa dan budaya bangsa mereka.

Pertengahan 2017 lalu, otoritas Cina bahkan meningkatkan kampanye anti Islam di wilayah Xinjiang. Pemerintah Cina memaksa warga Uighur menyerahkan barang-barang keagamaan seperti Al-Qur’an dan sajadah. Dan jika kelak ditemukan warga masih menyimpannya, mereka akan menghadapi hukuman berat.

Baca juga: Otoritas China Sita Mushaf Al-Qur’an di Xinjiang

Baca Juga:  Rezim Kiev Wajibkan Tentara Terus Berperang

Mushaf-mushaf Al-Qur’an dan barang-barang keagamaan lainnya harus diserahkan kepada otoritas pemerintah Cina. Kitab Suci umat Muslim itu disita sebagai bagian dari kampanye ‘Three Illegals and One Item‘ yang sudah berlangsung di Xinjiang sejak puluhan tahun. Otoritas China menganggap barang-barang keagamaan yang dimiliki minoritas Muslim Uighur sebagai barang ilegal.

Tak hanya menyita barang-barang keagamaan, operasi pemerintah Cina juga melarang aktivitas keagamaan, pengajaran agama serta barang-barang lain yang diyakini sebagai alat terorisme. Asosiasi Amerika Uighur mengatakan bahwa Cina telah memperkenalkan peraturan baru yang selanjutnya mengkriminalkan praktik dan kepercayaan keagamaan.

Uighur Human Rights Project berkali-kali telah meminta Cina untuk menghormati standar HAM internasional mengenai kebebasan beragama dan mengakhiri tindakan represif yang menargetkan minoritas Muslim Uighur. Cina berdalih, kebijakan dan upaya pemerintah ini merupakan bagian dari kampanye melawan Islam radikal kendati harus berhadapan dengan berbagai ancaman dari organisasi HAM internasional karena Cina dituduh kerap melakukan tindakan pelecehan dan penahanan.

Baca Juga:  Apa Arti Penyebaran Rudal Jarak Jauh Rusia Bagi Skandinavia?

Baca juga: PNS di China Dihukum Denda Bila Kedapatan Berpuasa di Bulan Ramadhan

Direktur Sabang Merauke Institute, Abdul Rasyid menyebutkan, orang-orang Uighur dilarang menggunakan kata-kata Islami, mereka disiksa fisiknya dengan giginya ditarik, kukunya dicopot, diinterogasi pakai ular dan kursi harimau.

“Dan tanpa alasan yang jelas mereka ditangkap, dibunuh, sampai mayatnya dibakar, sehingga keluarga tidak mengenali ayah, ibu dan anaknya lagi. Jenazahnya tak diperbolehkan untuk diambil, dan banyak lagi penyiksaan-penyiksaan lainnya yang mereka rasakan,” kata dia dikutip dari pernyataan tertulis, Jakarta, Rabu (19/12/2018).

“Anak-anak diajarkan bahasa Cina, sekolah-sekolah dijadikan camp dan wanita-wanita dipaksa untuk menikahi warga Cina Han. Ini adalah upaya Cina untuk menghapus generasi dari Muslim Uighur,” tambah Rasyid.

Sementara World Uyghur Congress dalam laporannya seperti dikutip BBC menyebutkan para tahanan dibui tanpa dakwaan serta dipaksa meneriakkan slogan ‘Hidup Partai Komunis’. Dan di wilayah Ningxia barat laut, ratusan muslim bentrok dengan aparat karena berusaha mencegah pengrusakan masjid.

Baca Juga:  Apakah Orban Benar tentang Kegagalan UE yang Tiada Henti?

Baca juga: Strategi Baru Cina di Timur Tengah

Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial sendiri mengaku sudah melayangkan protes kepada Cina. Namun sejauh ini belum ada respon berarti dari otoritas Cina.

“Mari kita bersama-sama sampaikan pesan ke Kedutaan Cina di Jakarta. Dan mari kita Himbau agar pimpinan ormas Islam, terutama Muhammadiyah dan NU untuk menyampaikan kepada pemerintah kecaman karena tidak bereaksi apapun atas tragedi kemanusiaan ini. Seolah Indonesia di bawah rezim hari ini tidak memiliki martabat kedaulatan atas Cina,” seru Rasyid.

“Kalau kita diam saja, ini nasehat dari yang mulia Buya Hamka ‘Jika agamamu, nabimu, kitabmu dihina dan kau diam saja, sebaiknya ganti saja bajumu dengan kain kafan’,” kata Rasyid mengutip Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka).

(eda/bya)

Editor: Almeiji Santoso

Related Posts

1 of 3,050