Opsi Impor Beras di Tengah Panen Raya Padi Patut Dipertanyakan

Panen Raya Padi di Tulungagung. Foto: Istimewa/Dok.NusantaraNews

Panen Raya Padi di Tulungagung. Foto: Istimewa/Dok.NusantaraNews

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartisto Lukita bersikeras tetap membuka kran impor beras di tengah panen raya yang akan dimulai akhir Januari 2018.

Mendag berkilah, opsi impor beras khusus untuk memperkuat stok nasional. Sementara di sisi lain, Indonesia diketahui surplus 3 juta ton beras.

Enggartiasto mengatakan, beras yang diimpor oleh pemerintah bukan merupakan beras kualitas medium namun beras khusus sebagai upaya penguatan stok pemerintah.

Opsi impor beras ini tampaknya diambil sebagai kelanjutan pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam rapat terbatas program beras sejahtera (rastra) yang meminta Perum Bulog untuk mengkaji opsi impor beras guna menekan harga di tingkat konsumen yang menurut JK dalam beberapa waktu terakhir, harga beras khususnya kualitas medium terus merangkak naik berada di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Walhasil, Kemendag menegaskan impor beras medium setidaknya akan dilakukan sebanyak 500 ribu hingga satu juta ton.

Opsi impor yang akan dilakukan Kemendag ini lantas menuai polemik. Gerakan Pribumi Indonesia misalnya, mempertanyakan sikap pemerintah tersebut.

“Kami mempertanyakan alasan pemerintah yang memutuskan untuk mengimpor beras sebesar 500.000 ton dari Vietnam dan Thailand. Menurut kami alasan menteri perdagangan yang mengatakan bahwa kebijakan impor beras bertujuan untuk menstabilkan harga pasar dan alasan lainnya yaitu untuk keperluan restoran dan hotel-hotel mewah karena beras yang di impor tersebut merupakan beras khusus bukan beras yang di produksi oleh petani, menurut saya alasan tersebut sangat ambigu dan terkesan dibuat-buat, sebab antara menstabilkan harga dan untuk supply kebutuhan hotel tidak ada hubungannya sama sekali. Oleh karena itu kami mencurigai ada tujuan lain dibalik rencana impor beras 500.000 ton tersebut,” kata mereka dalam pernyataan tertulisnya, Jakarta, Minggu (14/1/2018).

Petani padi di sejumlah daerah saat ini sedang gegap gempita menyambut panen raya yang akan dimulai pada akhir Januari 2018 yang diperkirakan akan menghasilkan 4,9 juta ton beras, atau surplus 3 juta ton.

Di tengah gegap gempita tersebut, Kemendag justru bersikap sebaliknya, memilih opsi impor beras.

“Ini tandanya pemerintah tidak konsisten menteri yang satu dengan yang menteri yang lain tidak sinkron dalam memberikan pernyataan ataupun mengeluarkan kebijakan. Jadi wajar jika pada akhirnya masyarakat mencurigai bahwa ada yang tidak beres dengan pemerintahan Jokowi. Apalagi selama ini kita ketahui ada mafia-mafia pangan yang hingga saat ini tidak tersentuh oleh hukum. Oleh karena itu kami mengharapkan agar KPK proaktif mengawasi rencana impor pangan yang akan dilakukan oleh Perusahaan,” katanya. (red)

Editor: Redaktur

Exit mobile version