Ekonomi

Nasionalisme Semu Pembelian Saham Freeport; Asing Ditendang, Taipan Raup Keuntungan

Freeport dan Jokowi (Foto Istimewa)
Freeport dan Jokowi (Foto Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Baru-baru ini PT Inalum Holding Companies membeli hak garap Rio Tinto di Freeport dengan dana utang. Konon, Inalum akan mendapatkan apa yang didapatkan Rio Tinto dari Freeport selama ini, sama persis menjadi Rio Tinto yang baru di Freeport dengan harga 3,8 miliar dolar.

“Banyak berita dan artikel di media dan jurnal internasional menggambarkan giatnya pemerintah Indonesia dalam menjalankan kebijakan nasionalisasi, terutama nasionalisasi sumber daya alam. Beberapa di antaranya mengulas fakta adanya gejala nasionalisme semu,” kata pengamat ekonomi dari AEPI, Salamuddin Daeng, Selasa (8/1/2019).

Menurut KBBI, semu artinya tampak seperti asli (sebenarnya) padahal sama sekali bukan yang asli (sebenarnya). Salamuddin menuturkan dirinya tak ingin menyebut definisi lebih lengkap soal semu itu karena dapat memberikan citra yang buruk sekali bagi Indonesia.

Baca juga: 5 Catatan Merah Fadli Zon atas Transaksi Pembelian Saham Freeport

Baca juga: Rocky Gerung Tegaskan Tak Ada Nasionalisme Dalam HoA Freeport

Banyak sekali contoh kasus nasionalisme semu yang digambarkan, kata Salamuddin. Contoh tersebut, lanjutnya, terjadi dalam seluruh sektor penguasaan sumber daya alam seperti minyak dan gas, batubara, dan tambang mineral.

Baca Juga:  Bangun Tol Kediri-Tulungagung, Inilah Cara Pemerintah Sokong Ekonomi Jawa Timur

“Dengan alasan nasionalisme, konstitusi, alasan menjalankan pasal 33 UUD 1945, alasan regulasi nasional, pemerintah menendang perusahaan-perusahaan asing keluar dari Indonesia, asing dipaksa melepaskan kepemilikan mayoritas atas saham perusahaan mereka,” ungkapnya.

“Tapi apa hasilnya?,” tambah dia. Perusahaan-perusahaan tersebut justru jatuh ke tangan para taipan swasta. Banyak tambang telah berhasil dimiliki oleh taipan Indonesia. Banyak juga perusahaan di sektor migas lainnya yang berpindah tangan ke pihak nasional.

“Perusahaan taipan telah berhasil menendang perusahaan-perusahaan asing keluar dari tambang Indonesia dan mengambil alih tambang tambang tersebut,” sebutnya.

Baca juga: Kata Macron: Nasionalisme Adalah Pengkhianatan Terhadap Patriotisme

Para tipan Indonesia ini telah bangkit menguasai tambang dan sumber daya alam, baik yang masuk dalam skema pengakhiran kontrak, divestasi saham, maupun kewajiban dikuasai pihak nasional yang diatur dengan regulasi. Para penguasa sumber daya alam yang baru secara efektif memanfaatkan kedekatan dengan penguasa untuk mendapatkan riba politik bertopeng nasionalisasi. Para taipan Indonesia juga berhasil menyedot uang dari perbankan nasional di saat utang mereka harganya jatuh di pasar internasional.

Baca Juga:  Harga Beras Meroket, Inilah Yang Harus Dilakukan Jawa Timur

Tak hanya para taipan, BUMN juga bangkit menguasai tambang dengan dana utang dan suntikan APBN, kata dia. Pertamina telah mendapatkan 100 persen Blok Mahakam meskipun kemudian dijual kembali melalui skema sharedown kepada swasta. Juga mendapatkan Blok Rokan namun akan dibiayai dengan global bond yang pasti dimiliki swasta.

“Baru-baru ini PT Inalum Holding Companies membeli hak garap Rio Tinto di Freeport dengan dana utang. Inalum konon akan mendapatkan apa yang didapatkan Rio Tinto dari Freeport selama ini. Persis sama. Menjadi Rio Tinto yang baru di Freeport dengan harga 3,8 miliar dolar. Lalu siapa mereka pemilik Rio Tinto yang baru? Pemegang saham swasta Inalum Holding Company dan pemilik surat utang Inalum? Mereka itu swasta!,” beber Salamuddin.

Baca juga: Plin-Plan Soal Kasus Freeport, BPK RI Diminta Jawab, Ia Bekerja Untuk Siapa?

Dalam waktu dekat juga, lanjut dia, akan banyak perusahaan batubara dan perusahaan migas asing yang habis masa kontrak. Pemerintah dapat memperpanjang atau tidak memperpanjang mereka dengan alasan nasionalisme. Pengusaha batubara adalah penguasa politik yang sebenarnya di Indonesia saat ini.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Akan Perjuangkan 334 Pokir Dalam SIPD 2025

“Bayangkan saja dari batubara produksi nasional bisa mencapai 500 juta ton atau bernilai 50 miliar dolar atau setara dengan 700 triliun revenue. Pemilik tambang batubara Indonesia 95% swasta,” tegasnya.

“Tapi apa hasil buat rakyat Indonesia?,” imbuhnya. Penerimaan negara PNBP dari seluruh tambang hanya Rp 45 triliun. Catat, dari seluruh tambang nilai itu hanya secuil alias 6 % dari revenue batubara. “Rakyat benar-benar apes karena tak pernah merasakan nikmatnya kekayaan emas, mineral, batubara, minyak dan gas,” sambungnya.

Menurut dia, nasionalisme Indonesia ini disebut asing sebagai nasionalisme semu. Memang, korporasi asing selalu memandang nasionalisme suatu negara sebagai musuh, tapi mereka kadang sekaligus memuji semangat nasionalis yang sejati.

“Sekarang pun negara seperti Inggris, Amerika Serikat dan negara negara Eropa telah kembali pada semangat itu. Namun nasionalisme yang dilihat di Indonesia beraroma kurang sedap. Ada bau amis nasionalisme ‘Papa Dapat Saham’,” pungkasnya.

(eda/asq)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,058