Nasib Hidup Petani Karet: Mengais Pagi Konsumsi Petang
Oleh: Saifuddin Batubara, mahasiswa Politeknik ATK Yogyakarta
Kondisi Indonesia sebagai negara tropis yang memiliki hutan yang luas disambut dengan tanah yang subur menjadikan Indonesia kaya akan tumbuhan dengan beragam jenis sehingga dijuluki paru-paru dunia. Dari sekian banyak jenis tumbuhan bermanfaat, pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang karet.
Karet merupakan jenis polimer hidrokarbon dari jenis tumbuhan para (Hevea Brasiliensi) yang berasal dari Brazilia, Amerika Selatan. Masuknya karet ke Indonesia dimulai pada tahun 1903 di Sumatera Utara kemudian tahun 1906 di Jawa.
Karet dikenal karena kualitas elastisnya, adalah komoditi yang sekarang banyak disulap jadi produk dan peralatan di seluruh dunia (mulai dari rumah tangga sampai produk –produk industri). Terdapat dua jenis karet yang dikenal luas masyarakat yaitu karet lateks yang berasal dari pohon karet langsung dan karet sintetis yang terbuat dari minyak mentah, dimana keduanya saling menggantikan dan karenanya mempengaruhi permintaan masing-masing komoditi semisal ketika harga minyak mentah naik maka permintaan karet alam meningkat sebaliknya jika suplai karet alam memiliki gangguan akan menyebabkan harganya naik sehingga pasar akan beralih ke karet sintetis.
Tanaman karet memiliki banyak manfaat dari banyak segi, yang pertama sebagai bahan baku produk-produk sintetis. Selain itu, yang kedua tanaman karet juga mampu untuk mengurangi emisi dari rumah kaca, pohon karet menyerap gas buangan dan menghasilkan oksigen yang lebih banyak serta mampu utnuk menyerap gas karbondioksida yang diolah menjadi sumber karbon fotosintetis.
Kemudian yang ketiga disebabkan pohon karet membutuhkan perawatan rutin dalam proses penyadapan sehingga akan memberikan peluang lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian masyarakat.
Selanjutnya, yang keempat dari segi lahan pohon karet biasanya membutuhkan lahan yang luas untuk perkebunannya maka dari itu sangat membantu dalam pemanfaatan lahan. Manfaat selanjutnya adalah dari biji karet dapat menjadi produk obat-obatan karena mengandung berbagai jenis senyawa dan nutrisi seperti lemak, protein, air dan lainnya selain itu juga mengandung tiamin, asam nikotinat, tokoferol, akroten yang dapat digunakan sebagai bahan campuran obat-obatan dan makanan.
Karet olahan dari karet alami sangat beragam dan banyak kita temui disekitar kita seperti ban kendaraan, gelang karet, sabuk penggerak mesin, bahan pembungkus logam, isolator, kabel, sepeda karet, penahan getaran pada pembuatan jembatan serta lapisan pada pintu kaca mobil dan lain sebagainya. Selain itu, olahan dari karet sinteti juga beragam semisal pada olahan jenis NBR (Nytrile Butadiene Rubber) dapat dimanfaatkan untuk pipa karet, seal, gasket dan beragam peralatan kendaraan atau industri gas.
Sebagaimana disebut Indonesia merupakan negara dengan luas areal karet terbesar di dunia diikuti Thailand dan Malaysia, akan tetapi untuk produksi Indonesia masih di bawah Thailand, sebagai produsen terbesar kedua di dunia, jumlah suplai karet Indonesia sangat penting bagi pasar global. Sekitar 80% hasil produksi karet di Indonesia dipegang oleh para petani kecil sehingga peran perkebunan pemerintah dan swasta minim dalam industri domestik. Daerah penghasil karet terbesar berasal dari Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Kalimantan Barat.
Penggerak utama untuk pasar karet global adalah kawasan Asia-Pasifik di mana permintaan akan karet alam tumbuh kuat, dipimpin oleh China. Konsumen karet terkemuka di dunia dan diperkirakan akan konsumsi hampir 40 persen dari total konsumsi karet dunia pada tahun 2021.
Sementara itu, pertumbuhan yang kuat dalam konsumsi karet diperkirakan akan tumbuh juga di Indonesia, Vietnam, Thailand, India karena mulai berkembangnya industri otomotif.
Dari penjelasan manfaat yang disebut di atas, Indonesia lebih cenderung hanya membudidayakan belum sepenuhnya mampu untuk mengolah, karena bahan baku yang kita jual dibeli murah oleh pihak asing, sedangkan jika kita membeli bahan olahan dengan harga mahal. Ini menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk mampu mengupayakan Indonesia juga mampu untuk mengolah bahan baku dari karet menjadi produk sehingga menarik perhatian investor dan disarankan mengutamakan investor dari dalam negeri agar perputaran moneter tetap terjadi didalam negeri, akibatnya meminimalisir hutang ke luar negeri dan akan menciptakan perluasan lapangan pekerjaan bagi pribumi.
Walaupun Indonesia dikandidatkan sebagai produsen kedua terbesar di dunia dengan lahan terluas pertama di dunia, faktanya belum mampu untuk mensejahterakan rakyat kecil sebagai contoh petani karet khususnya, dikarenakan harga yang kian kemari semakin terpuruk tanpa solusi efektif yang diberikan oleh pemerintah dalam upaya penanggulangan harga dan bahkan secara tidak langsung seakan terabaikan perlahan dari pendengaran publik, akibatnya para petani karet seolah tidak dianggap dan kondisi para petani karet harus hidup dalam kondisi “Mengais pagi konsumsi petang” seolah uang yang didapat sehari dan di hari yang sama juga habis karena mirisnya kehidupan yang mereka jalani.
Peran pemerintah dalam mengatasi keadaan ekonomi bangsa sudah menjadi kewajiban agar tercapainnya masyarakat yang sejahtera akan tetapi usaha yang dilakukan belum sepenuhnya mampu mengatasi kondisi anjloknya harga karet sekarang ini. Berikut upaya yang telah dilaksanakan Pemerintah sebagai tonggak penguat ekonomi rakyat.
Kepala Bidang Pengelola Lahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan Rudi Aprian, mengatakan banyak faktor harga karet tak kunjung bergerak naik sejak 2013 yaitu pertama. kelebihan suplai di pasar ekspor karena munculnya negara baru pengekspor karet, yang sebelumnya hanya berasal dari Thailand, Indonesia, Vietnam, India, China, dan Malaysia dan belakangan muncul negara produsen baru seperti Myanmar, Laos dan Kamboja.
Kedua kondisi perang dagang anatara China dengan Amerika Serikat, Rudi mengatakan pertumbuhan ekonomi China menjadi fakor utama yang berpengaruh terhadap permintaan karet alam dunia. Sementara situasi saat ini tidak mengunungkan karena adanya perang dagang.
Ketiga harga karet yang terbentuk di Singapura (SICOM) menjadi acuan transaksi oleh para pelaku bisnis karet alam, Rudi menyatakan bahwa sudah lama disinyalir mekanisme pembentukan harga (price discovery platform) di SICOM tidak sepenuhnya mencerminkan faktor fundamental supply dan demand karet alam dunia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi mengungkapkan dalam rapat semua kementerian diminta meningkatkan konsumsi karet alam dalam negeri.
“Harga karet itu dipermainkan bukan oleh dalam negeri tapi global , oleh negara-negara lain. Ya memang jalan keluarnya sekarang adalah produksi karet ini yang dari petani itu banyak dipakai di dalam negeri supaya mendongkrak harga,” kata dia usai rapat di Kemenko Perekonomian, Senin(14/10/2019) lalu. Dirjen Budi merincikan penggunaan karet oleh Kemenhub diantaranya untuk pembuatan aspal jalan raya, pembuatan traffic cone, bantal rel kereta api hingga dock fender pelabuhan dan lain sebagainya.
Baru-baru ini Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menggelar rapat koordinasi terkait harga karet yang merosot di tingkat internasional. Harga karet di pasar fluktatif pada kisaran USD 1,3 per kg FOB sehingga harga karet di tingkat petani sekitar Rp 5.000/kg-Rp 7.000/kg sedangkan di Malaysia sendiri harga karet mencapai Rp 15.000/kg. Harga ini cukup rendah bagi petani Indonesia sehingga akan menekan harga tingkat petani.
Penulis yang juga sebagai seorang anak pemilik kebun karet dan tumbuh di daerah perkebunan karet merasakan dampak yang berbeda ketika saya masih SD sekitar (2007-2013) dengan setelah SMP sampai sekarang kuliah (2013-2019), di mana ketika saya sebelum saya menginjak SD sampai SD para petani karet sangat antusias dalam bekerja bahkan hampir setiap bulan selalu ada yang menawarkan diri untuk bekerja sebagai petani karet di perkebunan ayah saya karena saat itu harga karet masih dalam kisaran Rp 10.000/kg hingga Rp 15.000/kg bahkan suatu waktu pernah mencapai Rp 20.000an/kg. Sedangkan setelah saya menduduki SMP harga mulai jatuh dibawah angka Rp 10.000/kg dan saat ini (2019) data terakhir yang saya terima sangat miris, berada pada kisaran harga karet kisaran Rp 4.000/kg sampai Rp 6.000/kg.
Di sisi lain, peran Pemerintah terhadap ekonomi Indonesia mulai diwujudkan dalam bidang akademis contohnya saja melalui Kementerian Perindustrian yang memiliki 11 sekolah kedinasan salah satunya Politeknik Negeri ATK Yogyakarta yang memiliki tiga program studi yaitu Teknologi Pengolahan Kulit (TPK), Teknologi Pengolahan Produk Kulit (TPPK), dan Teknologi Pengolahan Karet dan Plastik (TPKP).
Pada kesempatan ini penulis akan membahas sedikit tentang haluan dari Teknologi Pengolahan Karet dan Plastik (TPKP) program studi yang terbaru di Politeknik ATK, di mana pada program studi Teknologi Pengolahan Karet dan Plastik (TPKP) mahasiswanya dipersiapkan untuk menjadi pemeran dalam revolusi industri 4.0. Sebab, dalam mata kuliah yang diberikan menuntut mahasiswa harus mampu menganalisa komponen bahan pengolahan hingga membuat sebuah produk jadi berbahan baku dari karet maupun limbah plastik.
Oleh karena itu, Politeknik ATK terus mengasah mahasiswanya dalam proses pendidikannya untuk memnumbuhkan soft skill dengan tujuan menciptakan insani civitas akademika yang mampu bersaing dalam industri untuk meningkatkan ekonomi dalam membangun negeri.