Budaya / SeniPuisi

montage – Puisi Sipulan K. Langka

H.Amang Rahman Jubair, "Bahtera Kehidupan",1970/Koleksi Lukisan: anakwayan9.blogspot.co.id
H.Amang Rahman Jubair, “Bahtera Kehidupan”,1970/Koleksi Lukisan: anakwayan9.blogspot.co.id

m o n t a g e

 

sementara gerimis masih netes

bunyi klakson di jalan itu nampak tergesa

tinggallah sayup suaramu tak sampai

–apa lagi yang hendak kubilang

malam kian licin, sayang.

 

tiba-tiba ponselmu dan milikku bergetar bisu

menyembunyikan bunyi pada piring-piring

dan gelas yang malu-malu di atas meja

yang juga bisu. sementara gerimis masih netes

gantilah bir itu dengan air teh hangat kuku.

 

kau tak akan terlambat pulang, sayang

biar kuantar sampai depan pagar.

 

dan  anak kecil itu menembang

ukulele dan syair-syair pilu yang digubahnya

menjadi doa. matanya berlapis kaca sebentar lagi

pecah, kiranya malam akan tambah licin.

sudilah mampir biar kuusap tanganmu gigil.

 

sementara gerimis masih netes

dari arah lain sayup-sayup terdengar suara

pemain stand-up comedy mengemis tawa

: seorang pengusaha kepada istrinya ijin lembur

untuk simpanannya di kantor

dengan senang hati istrinya pun mengijinkan

untuk seokor sapi sebelah yang kepincut rumput

Baca Juga:  Pencak Silat Budaya Ramaikan Jakarta Sport Festival 2024

di rumahnya.

 

aku lupa merk jam tanganku keluaran mana

detik-detik diretasnya lebih sering mundur

berbagai peristiwa yang sudah nyenyak kembali

didengkurkannya. tapi ini memang sudah larut

angin lebih dingin sementara gerimis masih netes

air teh hangat kukumu menguap dan gelasku

yang beku tak sanggup lagi menampung waktu.

 

kau ingin pulang

mari kuatar.

 

sepanjang jalan;

tidaklah mudah menyebrang samudera dengan ombak

yang lebih besar dari sampanmu dan arus yang

melebihi deras ayun dayungku. tetapi dengarlah

ucap seorang nelayan tua: tak ada yang dapat kami

banggakan dari lautan yang terlalu tenang.

 

biarlah oleng, sayang

pecah bulan dalam ombak lautan[1]

tidak pernah membuatnya putus asa kepada

malam dan ingin segera berlalu. biarlah oleng

hidup hakiki hidup yang indah dari berbagai sisi.

 

sementara gerimis masih netes

jalanan mulai sepi hanya menyisa suara

sampanmu dan dayungku beradu.

 

kau lihat itu gedung-gedung berdiri kaku

Baca Juga:  Ketum APTIKNAS Apresiasi Rekor MURI Menteri Kebudayaan RI Pertama

menjebak orang-orang dalam aktifitas yang

juga kaku. sementara langit makin dekat

mereka menjauh dan kian jauh.

 

mantelmu akan segera kuyup.

 

sesampainya di depan pagar

kembali bergetar ponselmu yang baru saja siuman

pelan-pelan berbunyi menggantikan bel rumahmu

yang berkali-kali mati. dan tahukah

nada dering yang kupakai sepanjang jalan aku pulang:

rekaman peristiwa yang kucuri dari segala igau!

 

Bandung, 2012

[1] Penggalan Sajak “Akan Ke Manakah Angin” Karya MH. Ainun Najib.

 

Simak:
Sebuah Toko Sebuah Buku dan Cerita yang Terselip
Karikatur di Atas Wastafel

 

Sipulan K. Langka, Alumnus STSI Bandung. Pelaku seni, pimpinan teater Kalangka Madura. Kini Mukim di Sumenep.

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].

 

 

Related Posts

1 of 124