NUSANTARANEWS.CO – Beberapa bulan ke depan Jawa Timur akan memasuki persiapan pemilihan gubernur dalam hajatan Pilkada serentak 2018. Iklim politik di Jawa Timur (Jatim), jika dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia, memiliki corak yang sedikit berbeda dengan wilayah-wilayah lain.
Sebagai diketahui tumbuh suburnya pondok pesantren-pondok pesantren di Jatim menempatkan peran kyai memiliki pengaruh besar dalam kehidupan di masyarakat. Karena pengaruhnya yang besar inilah, maka bukan hal baru lagi, setiap momentum politik, dukungan para kyai dan ulama kerap menjadi ladang perebutan, khususnya para kyai-kyai sepuh.
Dengan kata lain, mengamankan dukungan kyai atau ulama, sama halnya dianggap mengamankan setengah massa pemilih. Menurut Pengamat Komunikasi Politik Universitas Trunojoyo Surokim manuver berebut dukungan kyai sepuh, acap kali melibatkan dan menyeret mereka dalam kontestasi elektoral kali ini diprediksi akan kontraproduktif.
Ia melihat bahwa fenomena itu dianggap sebagai manuver kebablasan dan su’ul adab. Karenanya, para kandidat harus hati-hati dan memahami konteks berpolitik kyai sepuh.
“Sepanjang warga NU masih taat pada khittah NU dan masih mau mendengarkan suara kyai sepuh, politik NU akan tetap menjadi rahmatanlilalamin,” ungkap dia.
Kyai sepuh yang nihil politik itu, harus didengar dan dijadikan rujukan mengingat beliau beliau itu, kata Surokim relatif steril dan bisa melihat politik tidak hanya melihat apa yang nampak, tetapi juga melihat dengan mata batin.
Dalam tradisi politik NU hal seperti itu lazim berlaku dan mampu menyelamatkan NU dalam berbagai kemelut politik. “Istilahnya menunggu titah dari langit,” tegasnya.
Kyai sepuh itu penjaga marwah politik NU dan menjadi benteng pertahanan terakhir. Maka, lanjut Surokim jika sekarang ada gerakan untuk memaksa dan menyeret kyai sepuh, itu sungguh tidak lazim.
“Beliau para kiai sepuh yang apolitik suatu saat akan turun memberi nasihat jika politik NU tak terkendali. Para kiai sepuh punya mata hati yang tajam tidak melihat politik dari dhohir saja. itu yang membuat level politik paling tinggi di NU, beda dengan kita yang hanya melihat dari politik dan kalkulasi dhohir saja, beliau akan turun menyelamatkan politik NU jika situasi darurat dan tak terkendali,” sambungnya. (*)
Editor: Romandhon