Kolom

Mendengar Kesaksian W.S Rendra, Ingat Hari (Anti) Tembakau Sedunia

Rendra memberikan kesaksiannya sebagai ahli perwakilan pemerintah dalam Sidang Mahkamah Konstitusi Perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32  Tahun 2002 Terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Selasa, 28 April 2009/YouTube/Nusantaranews
Rendra memberikan kesaksiannya sebagai ahli perwakilan pemerintah dalam Sidang Mahkamah Konstitusi Perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2002 Terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Selasa, 28 April 2009/YouTube/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO – Tanggal 31 Mei dijadikan Hari Anti Tembakau di seluruh dunia dengan seruan tidak ada asap rokok di seluruh dunia selama 24 jam. Hari Anti  Tembakau Sedunia dicetuskan sejak tahun 1987 oleh negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Gerakan ini sampai sekarang mendapat reaksi berupa dukungan baik dari pemerintah, aktivis kesehatan, dan organisasi kesehatan masyarakat. Protespun menyertainya dari kalangan perokok aktif, petani tembakau, dan tentu saja pihak industri rokok.

WHO dalam kampanyenya menyerukan kepada masyarakat dunia betapa berbahaya mengkonsumsi rokok bagi kesehatan. Tema-tema yang diusung WHO di Hari Anti  Tembakau Sedunia seperti “Tembakau dapat Membunuh, jangan terkecoh” pada 31 Mei 2000 dan “Tobacco: mematikan dalam berbagai wujudnya”, 31 Mei 2006.  Tujuannya tak lain untuk menarik perhatian dunia mengenai menyebarluasnya kebiasaan merokok dan dampak buruknya terhadap kesehatan.

Tentang tembakau di Indonesia pernah menjadi perhatian budawayan dan penyair Burung Merak, W.S Rendra semasa hidup. Saat itu, Selasa, 28 April 2009 W.S Rendra memberikan kesaksiannya sebagai ahli perwakilan pemerintah dalam Sidang Mahkamah Konstitusi Perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Baca Juga:  Pembangunan Irigasi, Langkah Strategis Pemkab Sumenep untuk Petani Tembakau

Waktu itu Rendra menerangkan muasal dan perjalanan tembakau di Indonesia, yang mana sampai sekarang baik petani, produsen, dan konsumennya tinggal dalam negeri.

“Tembakau itu tanaman asing yang dipaksakan ditanam di Indonesia untuk pembentukan modal bagi kekuatan merkantilisme dan industri di negeri Belanda yang waktu itu menjajah Indonesia… Orang Indonesia menanam tanaman-tanaman seperti kopi termasuk tembakau dan lain sebagainya tanpa dia bisa mengekspornya sebagai tanaman yang sangat menguntungkan perdagangan luar negeri,” terang Rendra di awal kesaksiannya.

Rendra hanya menyangkan, orang Indonesia dari sudut pandang kebudayaan yang serba kreatif itu rupanya belum sepenuhnya dapat menikmati hasil kreativitasnya, yaitu mengolah dan meproduksi tembakau menjadi rokok misalnya.

“Kita menanam tembakau dan kopi, tetapi yang menentukan harga dan penggunaan produk itu adalah Bremen dan Antwerpen. Dan Berlangsung sampai sekarang. Jadi sebetulnya tertekan sekali keadaan para penanam tembakau itu, dari dahulu sampai sekarang. Tetapi kreativitas dari para leluhur dan para penduduk Indonesia luar biasa. Tembakau dicampur dengan klembak, tembakau dicampur dengan cengkeh, menjadi rokok klembak, menjadi rokok cengkeh dan ini suatu kreativitas yang luar biasa,” Rendra menambahkan.

Baca Juga:  Budaya Pop dan Dinamika Hukum Kontemporer

Itulah bukti bahwa orang Indonesia memiliki daya adaptasi yang tinggi. Orang Indonesia bisa mengembangkan apa saja menjadi sesuatu yang bergunia bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga Rendra menilai etos kerja orang Indonesia dalam hal kreatifitas sangat mahal harganya. Harus diakui bahwa adaptasi bangsa sangat tinggi terhadap segala sesuatu yang datang dari budaya asing. Bahkan kendati bangsa Indonesia tidak memiliki keaslian jiwa dan raga yang asli, namun sanggup untuk melahirkan kepribadian yang asli.

“Ini aspek budaya yang harus dihargai dan diperkembangkan,” seru Rendra.

Tentu saja hal tersebut berkaitan dengan tanaman tembakau dan produksi rokok di Indonesia, khususnya rokok kretek. Dimana sempat terjadi polemik antara rokok dan kretek. Namun pada prinsipnya, baik rokok maupun kretek dalam maknanya masing-masing, tetap saja merupakan hasil kreasi dan daya adaptasi bangsa Indoneseia. Yang jika dikembangkan akan menopang perekonomian bangsa dan negara. Karena itulah, Rendra sebagai seniman dan budayawan sangat menghargai hal tersebut.

“Rokok kretek itu sekarang (2009) dalam masa krismon bisa bertahan dengan baik karena cengkehnya dari dalam negeri, kertasnya dalam negeri, tembakau dalam negeri, saosnya dalam negeri, lalu konsumennya yang terbesar dalam negeri, sehingga akhirnya menjadi suatu kekuatan ekonomi yang baik. Tentu saja sebagai seniman dan budayawan saya sangat menghargai, sangat mempertimbangkan sekali proses pembangunan. Maka saya menganggap bahwa survival dari rokok  kretek ini membantu kekuatan pembangunan Indonesia,” cetusnya.

Baca Juga:  Transisi Tarian Dero Menjadi Budaya Pop

Pro dan kontra terkait efek dan dampak rokok sudah menjadi pembahasan yang aus namun akan terus dibicarakan setidaknya setiap tanggal 31 Mei di seluruh dunia. Sebab bicara dampak rokok baik yang negatif maupun positif, pada akhirnya kembali pada bidangnya masing.

Kesempatan ini, nusantaranews.co membuka ulang soal tembakau, kretek, dan dampak baiknya terhadap perekonomian bangsa dan negara dalam kesaksian sang penyair yang juga populer dengan perannya sebagai pendiri dan pengasuh Bengkel Teater Rendra, sebagai bentuk napak tilas petani tembakau Indonesia.

Bagaimana cara merayakan Hari (Anti) Tembakau Sedunia sekarang ini? Kembali pada masing-masing Anda sebagai perokok aktif. Akan tetapi sebaiknya Anda merokok di tempat yang steril. Janganlah Anda merokok di dekat anak-anak dan di khalayak ramai. (Sel)

Related Posts

1 of 7