NUSANTARANEWS.CO – Sebuah kata tertuju pada menanggapi bangsa hari ini secara umum. Kita melihat fenomena-fenomena kasat mata yang terjadi dan tentu ada sebuah masalah. Adapun penyebabnya muncul dari para pemengang kebijakan. Seperti yang Emile Durkheim tulis bahwa, “fakta sosial adalah setiap cara bertindak, baik tetap maupun tidak, yang bisa menjadi pengaruh atau hambatan eksternal bagi seorang individu.” Pemikiran Durkheim dapat diartikan bahwa fakta sosial adalah cara bertindak, berfikir, dan merasa yang ada diluar individu dan sifatnya memaksa serta terbentuk karena adanya pola di dalam masyarakat.
Fakta sosial yang terjadi hari ini sangat membutuhkan sebuah perhatian dari berbagai kalangan. Ketika pemegang kebijakan tak mampu menjadi sebuah tolak ukur dalam meretasnya. Ada banyak pola pengembangan tanpa sebuah intimidasi dan deskriminasi yaitu mengkerdilkan faham radikalisme yang menjadi sebuah dogma pemerintah hari ini.
Hidup dengan damai, adil dan sejahtera adalah impian setiap bangsa di muka bumi ini. Namun, apa jadinya jika kehidupan sosial diwarnai dengan fenomena sosial yang buruk semisal konflik sosial, perang ataupun teror yang terjadi tanpa henti. Tentulah kehidupan sosial yang demikian akan menghancurkan tatanan sosial bermasayarakat sebuah bangsa.
Kehancuran tatanan sosial adalah kehancuran bagi peradaban dan lahirnya penderitaan ummat manusia. Menyimak ngerinya kehancuran peradaban manusia oleh konflik sosial atau perang, tentulah menjadi sebuah sikap yang bijaksana apabila seluruh pihak yang memiliki kesadaran sosial untuk terus mendorong terjaganya iklim yang harmonis dalam interaksi sosial masyarakat. Baik dalam skala komunitas atau kelompok, maupun dalam skala besar seperti agama, suku bangsa atau antara negara.
Konflik dan kekerasan sosial yang terjadi bukanlah tanpa sebab. Seperti fenomena perang kelompok atau chaos dalam masyarakat Indonesia biasanya hanya diawali oleh kesalahpahaman kecil atau ego-ego sektarianisme di dalam sebuah kelompok atas kelompok lainnya. Ini juga terjadi untuk kelompok mayoritas seperti suku, agama, organisasi massa, politik, organisasi mahasiswa, organisasi pemuda, club motor anak muda, ataupun hal lainnya.
Di beberapa wilayah di Indonesia, selain terorisme sebagai fenomena kekerasan sosial, geng motor atau begal menjadi fenomena sosial yang kerap terjadi dan telah melahirkan teror di dalam mayarakat. Seperti halnya Fenomena begal yang kian marak di bincangkan di tengah tengah masyarakat malah telah menjadi fenomena teror yang jauh lebih menakutkan dibandingkan dengan terorisme itu sendiri. Tidak hanya itu di sisi lain terjadinya konflik di tengah-tengah masyarakat karna kurangnya kesadaran intelektual dan spiritual di tengah-tengah masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri dewasa ini bahwa fenomena kekerasan sosial telah ada dan terjadi di. Jika peristiwa ini menjadi terus berulang dan pelakunya adalah kelompok tertentu atau anggota dari masayarakat tertentu, hal tersebut pula akan menjadi pemicu konflik atau chaos dalam masayarakat. Kegerahan massa akan menyulut ketidakpercayaan masyarakat pada negara dalam menciptakan rasa aman bagi rakyat. Ketidak percayaan pada pihak keamanan atau negara tentu akan melahirkan motivasi masyarakat untuk membangun sistem pertahanan dirinya sendiri baik secara pribadi maupun secara kelompok. Maka peranan pemerintah sangat di butuhkan dalam menangani konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Proses konflik itu akan selalu terjadi dimanapun, siapapun dan kapanpun. Konflik merupakan realitas permanen dalam perubahan, dan perubahan adalah realitas permanen dalam kehidupan, dan dialektika adanya konflik, perubahan dan kehidupan akan bersifat permanen pula. Meskipun demikian, konflik tidak boleh dibiarkan berkembang menjadi liar dan kemudian merusak tatanan kehidupan bermasyarakat apalagi tatanan bangsa dan bernegara yang telah menjadi konsensus nasional.
Oleh karena itu, manejemen konflik yang ada seharusnya mampu mengendalikan konflik, sehingga dapat menjadi sebagai kekuatan yang mencerahkan bukan kekuatan yang menghancurkan. Konflik sosial yang mewarnai pasang surutnya persatuan bangsa indonesia, harus menjadi perhatian dan perlu diwaspadai dengan cara yang strategis adalah pendidikan multikultural yang dilakukan secara aktual dan cerdas.
Melihat Indonesia kini dalam berbagai aspek itu adanya pergeseran nilai-nilai yang menyebabkan sebuah problematika di tengah tengah masyarakat. Pergeseran nilai intelektualisme dan spiritualisme. Sehingga konflik di tengah-tengah masyarakat menjadi sebuah benalu. Tentunya penyebab semua itu tidak terlepas dari sebuah prakatisnya jabatan politik. Akhirnya yang terjadi hanya sebuah ilusi pengembangan bangsa, hilangnya pergeseran nilai itu tidak akan pernah terlepas daripada individu-individu yang lebih spesifiknya yaitu pemegang kebijakan.
Berbicara mengenai Indonesia kita tidak terlepas daripada persoalan tatanan social. Dimana pemerintah pemegang kebijakan dalam sebuah perubahan menuju kesejahteraan masyarakat. Dengan melihat beragam fenomena bangsa melaui kaca mata pengetahuan, diperlukan sebuah antisipasi tindakan mengkerdilkan radikalisme yang ada pada pemegang kebijakan. Output dari pada itu akan melahirkan sebuah gerak perubahan kesadaran kepada bangsa dan masyarakat Indonesia.
Tugas kita di usia kemerdekaan Indonesia ke 71, tidak hanya melihat sekian fenomena kebangsaan. Akan tetapi juga mau mendengarkan dan merasakan apa-apa yang menjadi sebuah perjuangan. Sebab tugas ini merupakan tanggung jawab kita semua sebagai penjaga dan pelestari norma, nilai dan kebuadayaan Indonesia. (Penulis Sobir Modding*/Red-02)
*Sabir Modding yang akrab di panggil Pacet Jalarambang Kelahiran Bantaeng pada sebuah Hari Selasa Tanggal 22 November 1989 mempunyai hoby sederhana yaitu membaca, menulis dan berdiskusi. Besar dan hidup penuh cinta serta bersekolah di sebuah sekolah yang menurut pemerintah illegal yaitu SEKOLAH SASTRA BULUKUMBA, bisa bertukar sapa di FB Pacet Jalarambang Email: [email protected]