NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah sedang fokus memacu pengembangan industri manufaktur agar menjadi sektor yang berdaya saing global dan andalan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Supaya mencapai sasaran tersebut, diperlukan langkah kolaborasi dan sinergi antara pemangku kepentingan mulai dari pihak pemerintah, pelaku usaha, akademisi hingga masyarakat,” kata Menperin seperti dikutip dari keterangan resmi Kemenperin, Kamis (6/12/2018).
“Kita baru kembali menjadikan industri manufaktur sebagai sektor mainstream dalam pembangunan nasional. Sehingga Kementerian Perindustrian tidak sendirian dalam upaya menjalankan pengembangan industri,” imbuhnya.
Menperin menjelaskan, pemerintah telah meluncurkan peta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai strategi dan arah yang jelas untuk merevitalisasi industri manufaktur nasional agar semakin kompetitif di kancah internasional pada era digital. “Dengan implementasi industri 4.0, diyakini produksinya akan lebih efisien dan berkualitas,” tuturnya.
Airlangga menyebutkan, langkah strategis yang perlu dilakukan guna mendongkrak daya saing industri manufaktur nasional, antara lain menjaga ketersediaan bahan baku baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Hal ini agar tidak mengganggu jalannya proses produksi.
Kemudian, kata dia, dibutuhkan biaya energi yang lebih kompetitif, seperti listrik dan gas industri. “Pemerintah juga menciptakan iklim investasi kondusif melalui pemberian fasilitas insentif fiskal berupa tax holiday dan tax allowance,” imbuhnya.
Faktor penting lainnya adalah membangun sumber daya manusia (SDM) industri yang produktif. Dalam hal ini, Kemenperin sudah menjalankan program pendidikan dan pelatihan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri serta di tingkat Politeknik. Ini menjadi salah satu proyek percontohan bagi peningkatan kompetensi SDM di Indonesia.
“Bapak Presiden telah mencanangkan, bahwa periode berikutnya fokus pada pengembangan SDM yang lebih masif. Kami juga melakukan kerja sama dengan Swiss dan Jerman untuk memperbaiki kurikulum. Selain itu, melaksakan pelatihan di top level yang diikuti 700 peserta untuk menjadi agen perubahan dalam menghadapi era revolusi industri 4.0,” paparnya.
Di samping itu, infrastruktur antar kawasan industri perlu diintergrasikan sehingga dapat mengurangi biaya transportasi logistik.
“Bahkan, kami pun terus mendorong pendalaman struktur industri melalui peningkatan investasi, terutama untuk sektor yang berorientasi ekspor atau substitusi impor,” jelasnya.
Upaya-upaya tersebut sudah masuk di dalam 10 program prioritas Making Indonesia 4.0.
Pewarta: M. Yahya Suprabana
Editor: Achmad S.