Politik

Kondisi Ekonomi dan Kedaulatan Rakyat Dinilai Jadi Penentu Kemenangan Capres 2019

jokowi-prabowo, berpelukan, momen pelukan, pencak silat, hanifan yudani kusumah, jokowi-prabowo perlukan, nusantaranews
Momen Joko Widodo dan Prabowo Subianto berpelukan atlet Indonesia setelah Hanifan Yudani Kusumah meraih medali emas atas kemenangan melawan pesilat Vietnam Nguyen Thai Linh, Rabu (29/8). (Foto: Facebook/Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Ponorogo – Politisi asal Ponorogo Supriyanto mengatakan kondisi ekonomi dan kedaulatan rakyat bisa menjadi penentu kemenangan calon presiden pada Pemilu 2019 mendatang. Pengaruh dukungan kepala daerah terhadap calon presiden tidak cukup besar untuk menentukan sebuah kemenangan dalam pemilihan presiden. Pasalnya, rakyat sudah berdaulat dalam menentukan pilihannya.

Dia mengambil contoh data pilkada mulai tahun 2005-2018. “Hampir dapat disimpulkan bahwa pengaruhnya tidak terlalu kuat,” katanya saat ditemui di kediamannya, Ponorogo, Rabu (26/9).

Contoh terkini, kata Supriyanto, adalah Pemilihan Gubernur Jawa Timur tahun 2018. “Di mana suara Gus Ipul-Puti rontok di sebagian besar daerah yang bupati atau walikotanya berasal dari partai pengusungnya,” terang praktisi politik kelahiran Ponorogo ini.

Pilgub Jatim 2018 akhirnya dimenangkan Khofifah Indar Parawansa yang diketahui sempat gagal pada pilgub sebelumnya. Khofifah yang berpasangan dengan Emil Dardak mengalahkan pasangan Gus Ipul-Puti.

Supriyanto melanjutkan, fenomena rakyat berdaulat dalam menentukan pilihan juga terjadi di panggung politik internasional. Salah satu contoh paling mencolok ialah Pemilu AS tahun 2016 silam. Hasilnya, disebut mengejutkan banyak pihak.

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Resmi Menang Pilpres 2024, Gus Fawait: Iklim Demokrasi Indonesia Sudah Dewasa

“Hampir semua media dan survei mengunggulkan Hillary Clinton akan menang. Tidak tanggung-tanggung Presiden AS Barack Obama menjadi jurkam kampanye Hillary Clinton,” ujarnya.

Menurutnya, kekalahan Hillary dalam Pemilu AS lebih banyak disebabkan buruknya kondisi ekonomi Amerika di mana pengangguran meningkat, sektor industri tidak berkembang bahkan banyak industri yang gulung tikar.

“Intinya rakyat AS merasa hidupnya lebih susah. Di bawah komando Presiden Obama dari Partai Demokrat kondisi ekonomi AS merosot, sehingga mendorong Donald Trump capres dari Partai Republik memenangkan pertarungan,” tegasnya.

Di Indonesia, terutama menjelang Pemilu 2019, kondisi perekonomian dinilai Supriyanto kurang prospektif bagi masyarakat menengah ke bawah. Sebab, masyarakat harus menanggung beban kenaikan harga BBM, kenaikan tarip listrik, kenaikan pajak, pengganguran, masuknya tenaga kerja asing, dan sejumlah persoalan lainnya.

“Diperparah dengan semakin sulitnya usaha kecil memperoleh keuntungan, serta penurun berbagai harga komoditas hasil pertanian,” imbuhnya.

Beratnya beban masyarakat tersebut sudah barang tentu akan melukai perasaan rakyat.

Baca Juga:  Asisten Administrasi Umum Nunukan Buka Musrenbang Kewilayahan Dalam Rangka Penyusunan RKPD Tahun 2025

“Pada gilirannya rakyat akan mengalihkan pilihannya ke calon lain. Ini adalah tantangan terbesar Jokowi. Sebagai capres incumbent (petahana), lawan terberat Jokowi adalah kinerja. Jika kinerjanya dipersepsikan positif kemungkinan akan terpilih kembali. Namun sebaliknya, jika dipersepsikan negatif kemungkinan besar tidak akan terpilih kembali,” papar Supriyanto.

Pewarta: Muh Nucholis
Editor: Banyu Asqalani & Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,171