Ekonomi

Komoditas Pala Nasional Dalam Ancaman

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Merujuk data sepanjang tahun 2016-2017, sudah sebanyak 31 kali ekspor komoditas pala produksi para petani dalam negeri di tolak negara-negara Uni-Eropa. Situasi ini menjadi ancaman tersendiri bagi komoditas pala di Indonesia.

Sebanyak 14 kasus penolakan pala Indonesia di Uni-Eropa dikarenakan pala-pala yang diekspor dinilai tercemar aflatoxin diatas ambang. Aflatoxin sendiri adalah toksin atau racun yang dihasilkan oleh jamur pada bahan pangan yang dapat menyebabkan penyakit dan bahkan kematian.

Begitupun dengan 3 kasus penolakan lainnya, pala yang diekspor ternyata mengandung ochratoxin. Yakni jenis toksin atau racun yang diakibatkan dari jamur dari jenis serupa.

Sementara itu untuk 10 kasus penolakan pala Indonesia, karena beberapa yang hendak diekspor tak dilengkapi dengan Health Certificate. Health Certificate merupakan dokumen atau surat keterangan tentang bebas penyakit menular/vaksinasi. Health Certificate biasanya dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan melalui Jawatan Karantina (airport) dimana surat keterangan ini diakui oleh WHO. Certificate ini biasanya hanya diperuntunkan bagi negara-negara yang dianggap bebas penyakit menular/cacar oleh Badan Kesehatan (WHO).

Baca Juga:  Bandara Internasional Dhoho Kediri Diresmikan, Khofifah: Pengungkit Kesejahteraan Masyarakat

Baca Juga:
Indonesia Kini Swasembada Pangan 4 Komoditas
Tembakau Indonesia, Komoditas Strategis yang Ditinggalkan
Daftar Harga Sejumlah Komoditas Hasil Pantauan Kemendag

Sedang untuk 2 kasus penolakan yang terakhir disebabkan karena pala-pala yang hendak dimasukkan ke Uni Eropa didapati adanya insekta hidup. Yakni sejenis serangga kecil dalam sebuah biji-bijian.

Anggota Dewan Pengurus Pusat Bidang Pemasaran, Promosi dan Advokasi Dewan Rempah Indonesia Sigit Ismaryanto dilansir dari Bisnis.com, Senin, 26 Februari 2018, mengatakan aflatoxin dan ochratoxin dapat menjalar pada biji pala akibat kurangnya pengawasan terkait Good Agricultural Practices (GAP), Good Handling Practices (GHP), Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Logistic Practices (GLP) pada komoditas itu. (*)

Pewarta: Alya Karen
Editor: Romandhon

Related Posts