Ekonomi

KK Jadi IUPK, LMND Sebut Negara Belum Miliki Kedaulatan Penuh

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi menyatakan perubahan KK (Kontrak Karya) menjadi IUPK menunjukkan belum adanya kedaulatan penuh negara atas perubahan ini.

“Kita mengetahui bersama bahwa pembahasan tentang perpanjangan kontrak dalam bentuk status Kontrak Karya dibahas 2 tahun sebelum berakhir. PT Freeport Indonesia berakhir Kontrak Karyanya pada tahun 2021 dan dibahas tahun 2019 kedepan. Perubahan dari KK menjadi IUPK ini dengan sendirinya memberikan perpanjangan izin kepada Freeport 2×10 tahun sampai tahun 2041,” ungkap Sekretaris Jendral EN-LMND, Muhammad Asrul di Fakultas Kopi, Setia Budi, jakarta selatan, Rabu (30/8/2017).

Namun, kata dia, pihak Freeport mengajukan lebih dulu perpanjangan kontrak mengingat tahun 2019 ada momentum politik direpublik ini tetapi ada kepentingan perusahaan untuk menjamin keberlangsungan investasinya.

“Perubahan dari KK menjadi IUPK seperti hasil negosiasi di satu sisi akan meningkatkan pendapatan Negara lewat Royalti, PPH, PPN dan PBB,” ujar Asrul.

Namun, lanjutnya, di balik itu pemerintah masih memberikan izin kewenangan kepada Freeport untuk melakukan izin ekspor kosentrat ke luar yang bertentangan dengan UU No 4 tahun 2009 tentang kepentingan Negara serta pendapatan Nilai lebih lewat pembangunan & pengolahan pemurnian sehingga tidak ada lagi ekspor dalam bentuk bahan baku tetapi menjadi bahan setengah jadi maupun bahan jadi.

Baca Juga:  Bandara Internasional Dhoho Diresmikan, Kediri Bisa Jadi Pintu Gerbang Indonesia Wilayah Jatim Bagian Selatan

“Pemberian kewenangan ini sangat merugikan bangsa dan jauh dari semangat serta Roh dari Undang-Undang yang mengarah pada kepentingan nasional demi kedaulatan bangsa. Perubahan dari KK menjadi IUPK juga harus ada kejelasan serta penyesuaian luas area pertambangan yang belum disampaikan kepada public,” imbuh Arul.

Baca: LMND Minta Pemerintah Skema Pelepasan Saham Freeport Dipublikkan

Ia menambahkan,  PT. Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama 5 tahun atau selambat-lambatnya sudah harus selesai pada oktober 2022. “Menurut kami pemerintah terlalu memberikan kelonggaran terhadap perusahaan dalam pembangunan smelter ini,” cetusnya.

Seharusnya, kata dia, sejak berlakunya UU No. 4 tahun 2009 yang dipertegas pada pasal 107 maka menjadi keharusan serta kewajiban perusahaan untuk membangun smelter dengan memperhatikan tenaga kerja local, barang dan jasa dalam negri.

“Pembangunan smelter ini akan banyak menguntungkan Negara dalam hal pendapatan, penerimaan dan penyerapan tenaga kerja terampil. Namun perjalanannya pemerintah belum tegas serta komitmen dalam mendesak perusahaan Freeport membangun smelter sejak tahun 2009,” kata Asrul.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Gelar RDP Terkait PHK Karyawan PT. BHP

Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 7