Puisi Polanco S. Achri
Kah
Seberapa sering engkau ditipu dunia; lalu engkau tetap mencintainya?
Dan seberapa sering engkau disakiti dunia, tapi tetap memujanya?
Renungkanlah! Bukan mata yang buta, tapi hatilah yang buta!
Sudah berapa kali engkau mengabaikan Dia demi dunia, *polan?
Apakah dunia lebih menarik dibanding menatap wajah-Nya yang Mahaindah?
Jawab, polan! Apakah mulutmu tersumbat fatamorgana dunia yang fana?
Mengapa tika dunia menamparmu lalu membuangmu, baru engkau sadar?
Harusakah jatuh tersungkur; nista, agar engkau tahu Ia menantimu
Datangilah Ia; sujudkan kedirianmu layaknya mim, bersama segala egomu
(2016)
Baca Juga Puisi Pilihan:
- Marhaban, Ya Ramadan
- Pintu Rezeki dan Sehari Sebelum Ramadan Kembali Lagi
- Di Rumah Ramadan
- Marhaban Ramadan
- Tadarus 23 Ramadan
Di Tepi Imaji
Beribu akuarium kusaksikan berenang di dalam raga sang cupang
Sedang seorang bocah begitu asik menenggelamkan lautan ke akuarium
Begitu terpukau dan terpaku aku menyaksikan semua kejadian itu
Tiba-tiba, sang cupang mengecup kesunyian yang duduk di batinku
Tersentak! Aku terjatuh ke lautan yang ditenggelamkan sang bocah
Dan kau tahu, aku tak bisa berenang sama sekali!
Sirna! Aku menjelma menjadi lautan itu lalu menjadi akuarium
Dan akhirnya aku adalah sang cupang yang mengecup kesunyian
Duduk tenang di batin; mengasing dari cerita semacam ini
Januari, 2017
Ketika Kata Kehilangan Makna (II)
: Anam Khoirul Anam
Pernahkah terbesit tanya di benakmu; mengapa gula itu manis?
Dan mengapa garam itu asin? Apakah itu sebuah kebetulan
Sedang kita tahu, tak ada kebetulan di dunia ini
Sekarang, bisakah engkau sebutkan padaku kata yang tak bermakna
Adakah kata itu? Bukankah tak bermakna adalah sebuah makna[?]
Bagaimana pendapatmu, bisakah kata kehilangan makna—yang tak dimilikinya?
Siapa yang sejatinya kehilangan; sang kata, kau, ataukah aku?
Menafikan itu, apakah kata dapat disebut kata tanpa makna?
Semoga Anda berkenan menjawab tanya dari seorang pencari makna
(2016)
Polanco S. Achri lahir di Yogyakarta 17 Juli 1998. Mahasiswa di jurusan Sastra Indonesia. Beberapa puisinya masuk dalam antologi bersama antara lain: Mukadimah 99 Jilid 1 (2016), Sayap-sayap Roh (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Memo Anti Kekerasan Terhadap Anak (2016), AkusukA Syair Syiar 45 Penyair Nusantara (2016), Syair Syiar AkusukA Jilid 2 (2016), Kumpulan Puisi Kopi 1550 mdpl (2016). Buku puisi tunggalnya adalah Pendaki-pendaki Hujan (2016).
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].