NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerintah menjadikan jagung sebagai salah satu komoditas pangan strategis nasional. Oleh karena itu, Kementerian Pertanian banyak membuat program prioritas dan terus mendorong produksi untuk mencapai swasembada jagung.
“Parameter produksi, konsumsi, maupun ekspor-impor mengindikasikan ada sinyal kuat swasembada jagung terwujud pada 2017,” ujar Fungsional Statistik pada Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian, Wieta B Komalasari, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (13/7/2017).
Wieta mengungkapkan, sinyal yang pertama, terlihat dari parameter produksi selama dua tahun terakhir yang naik tajam.
Dari data BPS, produksi jagung 2016 sebesar 23,58 juta ton atau naik 20,23 persen dibandingkan 2015 yang tercatat 19,61 juta ton. Selain itu, pada 2017 angka perkiraan sementara 26 juta ton naik 10,31 persen. Dan peningkatan produksi selama dua tahun tersebut memberikan nilai tambah Rp 26 triliun.
“Provinsi penyumbang jagung nasional adalah Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan share 45 persen, serata delapan provinsi berturut turut Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo, NTB dan Jawa Barat dengan share 41 persen,” kata dia.
Sinyal yang kedua, lanjut Wieta, dilihat dari parameter pemenuhan kebutuhan jagung domestik. Menurutnya, produksi jagung tersebut dipastikan akan mencukupi kebutuhan untuk pakan ternak, konsumsi langsung, bahan baku industri makanan dan lainnya.
Kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak sekitar 8,5 juta ton per tahun dan kebutuhan pakan unggas rakyat 6 juta ton dapat dipenuhi dari jagung lokal. Dengan demikian, terlihat neraca jagung akan surplus lebih dari 3 juta ton.
“Program peningkatan produksi jagung diikuti dengan kebijakan pengendalian impor. Hasilnya, kebutuhan jagung domestik dipasok dari dalam negeri. Pada tahun 2016, total impor jagung turun 62 persen dan pada 2017 tidak impor jagung untuk pakan ternak,” ungkapnya.
Sinyal yang ketiga, Wieta berujar, dapat dilihat dari kinerja Import Dependency Ratio (IDR). Seperti terlihat pada Januari-Mei 2017, rasio ketergantungan impor jagung menurun drastis dibandingkan periode sama tahun 2016. Nilai IDR Januari-Mei 2017 sebesar 2,06 persen, menurun tajam dibandingkan Januari-Mei 2016 sebesar 6,84 persen.
“Bila dirinci untuk jagung segar, IDR tahun 2017 adalah 1,38 persen turun dari 2016 sebesar 6,10 persen,” ucapnya.
Untuk diketahui pada data BPS, Januari–Mei 2017 tidak ada impor jagung untuk pakan ternak, pada periode tersebut total impor jagung 278 ribu ton turun 68,38 persen dari 2016 sebesar 881 ribu ton.
“Nilai ekonomi dari pengendalian impor pada Januari-Mei 2017 ini saja sudah berhasil menghemat devisa Rp 1,5 triliun,” tuturnya.
Pewarta: Ricard Andika
Editor: Achmad Sulaiman