NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Indonesia untuk kesekian kalinya kembali diguncang oleh serangan teror bom. Terakhir teror yang terjadi berupa aksi bom bunuh diri di sekitar terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur pada Rabu (24/5/2017) lalu. Aksi teror ini diduga kuat dilakukan oleh kelompok yang tergabung di Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan Kelompok ISIS.
“Hasil Identifikasi, pelaku bom bunuh diri adalah Ahmad Sukri dan Ichwan Nurul Salam alias Iwan Cibangkong, yang sebelumnya sudah dideteksi merupakan bagian dari Kelompok JAD Islamiyah Wilayah Bandung,” kata Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan, dalam siaran persnya diterima, Selasa (30/5/2017.
Menurut dia, serangan teror bom di Kampung Melayu merupakan bagian dari strategi ISIS untuk menunjukkan eksistensinya setelah mendapatkan tekanan di Suriah. Dalam waktu yang berdekatan, ISIS juga melakukan aksi di berbagai lokasi, mulai dari serangan di Manchester, Inggris, kemudian Marawi, Filipina selatan, dan setelah itu Kampung Melayu, Indonesia.
Budi mengungkapkan, hal ini menunjukkan ISIS telah membangun jaringan secara global dan selama ini membentuk sel-sel jaringan di berbagai negara yang siap untuk dikomando melakukan serangan di berbagai tempat yang mereka targetkan. Kondisi ini, lanjutnya, semakin menguatkan gambaran ancaman terorisme bukanlah hanya merupakan permasalahan suatu negara atau kawasan saja, tapi merupakan ancaman global.
“Oleh karenanya, Indonesia sebagai salah satu negara yang menjadi basis pertumbuhan jaringan ISIS dan kelompok teroris lainnya, harus segera meningkatkan upaya untuk menanggulangi gerakan terorisme ini. Perlu upaya luar biasa (extra ordinary) untuk menghadapi ancaman radikalisme dan terorisme yang semakin membahayakan keamanan, keselamatan, keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” papar dia.
Budi menjelaskan, saat ini pemerintah terus membangun secara efektif kerjasama global dalam menghadapi ancaman terorisme, terutama terhadap upaya ekspansi jaringan ISIS ke wilayah Asia Tenggara.
Secara regulasi, sudah tidak dapat ditunda lagi penyelesaian revisi UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang saat ini dalam pembahasan di DPR RI. Salah satunya yang sangat penting adalah agar UU tersebut memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan terhadap perbuatan-perbuatan awal yang mengarah ke tindak pidana terorisme seperti latihan bernuansa militer, penyebaran paham radikal, bergabung dengan ISIS atau organisasi teroris lainnya. Selain itu perlu juga dasar hukum untuk bahan keterangan yang dikumpulkan oleh intelijen dapat menjadi alat bukti di pengadilan untuk menindak para pelaku teror.
“Namun hal ini bukan berarti pemerintah anti kelompok tertentu, akan tetapi tujuan utamanya adalah melindungi masyarakat yang tidak berdosa dari kelompok pelaku teror di Indonesia,” ungkap Budi.
Menurut Budi, perang terhadap radikalisme dan terorisme harus menjadi agenda utama negara dan kesepakatan seluruh masyarakat untuk bersama-sama melawan dan tidak memberikan ruang sedikitpun bagi bertumbuhnya radikalisme dan terorisme sejak dini. Jangan biarkan virus perusak ini mencoba menjadikan Indonesia sebagai lahan mereka seperti yang dilakukan di Irak dan Suriah.
“Mari kita bersama menjaga Indonesia dengan kebhinekaan dan ideologi Pancasila yang telah diwariskan oleh para pendiri bangsa,” tutur Budi.
Pewarta: Richard Andika
Editor: Achmad Sulaiman