Mancanegara

Jual Beli Jet Tempur Eurofighter Typhoon Antara Inggris dan Arab Saudi Kontroversial

NUSANTARANEWS.CO, London – Lawatan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) ke Inggris membuahkan kesepakatan pembelian 48 unit jet tempur Eurofighter Typhoon buatan BAE System. Seiring Inggris dan Arab Saudi membangun kerja sama perdagangan dan investasi bilateral, kedua negara juga mempererat kerja sama pertahanan dan keamanan untuk kemudian dijadikan perhatian utama.

Pembelian jet tempur Eurofighter Typhoon tersebut menelan biaya multi-miliar dolar yang telah ditandatangani London dan Riyadh. Pangeran Mohammed bin Salman diketahui sengaja melawat ke Inggris untuk membuat kesepakatan awal soal perundingan jangka panjang mengenai jet tempur Eurofighter Typhoon. Kunjungan berlangsung selama tiga hari.

Arab News menyebut, kesepakatan Riyadh dan London soal kerja sama perdagangan dan investasi jangka Panjang kedua negara tak kurang dari 65 miliar pound sterling atau sekitar Rp 1.200 triliun selama beberapa tahun ke depan.

BACA JUGA: Menonton Pemusnahan Negeri Yaman Oleh Arab Saudi

Namun, kesepakatan kedua negara yang menjadi perhatian ialah soal pembelian jet tempur Eurofighter. Kali ini jumlahnya 48 unit. Berarti, Royal Saudi Airforce bakal memiliki 120 unit pesawat tempur tersebut karena sebelumnya sudah punya 72 unit yang dipesan tahun 2007 silam.

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

Para demonstran dilaporkan menggelar unjuk rasa di jalanan London memprotes pertemuan Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson dan MBS. Mereka memprotes jual-beli senjata antara Inggris dan Arab Saudi yang dikhawatirnya banyak pihak akan digunakan untuk menghancurkan negeri Yaman.

“Kami telah mengambil langkah penting untuk menyelesaikan kesepakatan soal jet Typhoon yang nantinya bisa digunakan untuk meningkatkan keamanan di Timur Tengah dan meningkatkan industri serta pekerjaan Inggris,” kata Gavin.

Inggris bersikukuh menjual pesawat tempur ke Arab Saudi di tengah tekanan yang terus meningkat untuk menghentikan ekspor senjata sepenuhnya ke negara petro dollar tersebut. Para kritikus memperingatkan bahwa senjata itu (jet tempur) akan memperkuat cengkeraman Riyadh dalam kampanye militernya yang tengah berlangsung di Yaman.

Namun, Perdana Menteri Inggris Theresa May dalam sebuah debat di parlemen menegaskan bahwa London mendukung kampanye militer yang dipimpin Arab Saudi di Yaman karena menurutnya didukung oleh Dewan Keamanan PBB.

BACA JUGA: Koalisi Pimpinan Arab Saudi Masuk Daftar Hitam PBB Selama Perang di Yaman

Selain itu, Theresa May dan pemerintahannya juga mengambil sikap oposisi di Yaman karena telah menandatangani kesepakatan bantuan senilai 138 juta dolar dengan Arab Saudi, yang akan dialokasikan untuk investasi pembangunan infrastruktur di Yaman. Namun, operasi militer koalisi Arab Saudi justru membuat Yaman mengalami krisis kemanusiaan yang sangat hebat, tulis Press TV.

Sebagai komitmen dari kesepakatan tersebut, Arab Saudi berupaya terus mengembalikan posisi sekutu mereka Abdraabbuh Mansur Hadi untuk kembali ke kursi kekuasaan dengan cara merebutnya dari tangan orang-orang Houthi.

Baca Juga:  Keingingan Zelensky Meperoleh Rudal Patriot Sebagai Pengubah Permainan Berikutnya?

Seperti diketahui, ketika pada September 2014, pemberontak Houthi berhasil menguasai Ibu Kota Sanaa, dan pada awal tahun 2015, Gerakan Houthi berhasil memaksa Abd Rabbuh Mansur Hadi untuk mundur dari kursi Presiden Yaman setelah menolak untuk menegosiasikan pembagian kekuasaan dengan gerakan Houthi.

Arab Saudi yang khawatir dengan perkembangan di Yaman tersebut, kemudian melibatkan diri dengan membom Yaman sejak Maret 2015 dalam upaya untuk mengembalikan posisi mantan presiden Yaman Abd Rabbuh Mansur Hadi, sekutu Riyadh, untuk kembali berkuasa.

Alhasil, untuk mencapai tujuan tersebut Arab Saudi menggalang kekuatan memimpin sebuah koalisi 9 negara Afrika dan Timur Tengah untuk melakukan operasi militer di Yaman sebagai langkah mereka mengembalikan pemerintahan Abdrabbuh Mansur Hadi yang diakui secara internasional. Koalisi tersebut di antaranya Mesir, Maroko, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Sudan, Kuwait, Yordania, dan Bahrain serta didukung oleh AS dan Pakistan.

BACA JUGA: UEA Terlibat Perang di Yaman, Norwegia: Kami Hentikan Ekspor Senjata dan Amunisi

Sekadar informasi, New York Times melaporkan bahwa serangan koalisi Arab Saudi telah menewaskan lebih dari 6.500 orang, dan 2,5 juta rakyat Yaman menjadi pengungsi. Human Rights Watch, Oxfam dan Amnesty International melaporkan bahwa bom cluster buatan Inggris (jenis senjata yang terlarang) telah ditemukan di desa Yemeni yang menjadi target serangan pasukan koalisi. Bom jenis ini telah mencabik-cabik warga Yaman yang tidak berdosa dan miskin.

Baca Juga:  BRICS: Inilah Alasan Aliansi dan Beberapa Negara Menolak Dolar

Kemudian Washington Post melaporkan bahwa AS telah menjual senjata ke Arab Saudi senilai US$ 20 miliar dan Inggris US$ 4 milliar dalam satu tahun terakhir. Dan sebagai tambahan, menurut Owen B. McCormack, di masa pemerintahan Obama, AS secara rahasia telah menjual lebih banyak senjata kepada pemerintah asing dibandingkan presiden AS lainnya sejak Perang Dunia II – mencapai lebih dari US$ 169 miliar. (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 7