NUSANTARANEWS.CO – IRGC telah bersiap hampir setengah abad bersiap menghadapi agresi musuh seperti Amerika Serikat (AS) dan Israel. Dengan persenjataan canggih yang dimilikinya, pasukan pengawal revolusi ini dapat menimbulkan kerusakan sangat besar pada aset regional AS jika diserang.
Sementara AS hingga saat ini tidak mampu mengendalikan Afghanistan, Irak, Suriah, Libya, dan Yaman setelah bertahun-tahun perang tanpa akhir. Sedangakan Iran adalah musuh yang jauh lebih tangguh dan bahkan telah bersiap untuk melawan jika diserang secara agresif.
Pada peringatan 41 tahun pendirian Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran 22 April lalu, ditandai dengan peluncuran satelit ‘Nour’ menggunakan roket ‘Qased’ dari gurun pasir di Dasht-e Kavir.
“Hari ini, kita menatap Bumi dari langit. Momen terhormat ini adalah titik awal pembentukan kekuatan global baru,” kata Komandan IRGC Jenderal Salami.
Salami juga mengatakan bahwa pasukan yang kuat harus memiliki pertahanan yang komprehensif, termasuk keberadaan satelit di luar angkasa sehingga memperluas ranah kemampuan untuk pencapaian strategis.
Keberhasilan peluncuran Nour memberi kebangaan kepada orang-orang Iran di tengah pandemi Covis-19, yang telah menewaskan lebih dari 5.290 orang di Iran, dengan lebih dari 84.800 kasus dilaporkan. Satelit ini mengorbit 425 kilometer di atas Bumi.
Dengan demikian Iran sekarang menjadi salah satu dari 15 negara yang memiliki satelit militer di luar angkasa meski berada dalam tekanan sanksi yang luar biasa dari AS. Iran memang memiliki program satelit mandiri yang berkelanjutan termasuk proyek penelitian bersama dengan negara lain. ‘Omid’, adalah satelit buatan dalam negeri pertama mereka yang dikirim ke orbit pada 2009, dan meluncurkan satelit pencitraan pada 2011 dan 2012.
Sebagai musuh besar Iran, AS mengatakan bahwa peluncuran satelit militer oleh Iran menentang resolusi Dewan Keamanan PBB.
Presiden Trump sejak awal menjabat telah menekan keras Iran terkait program nuklir dan rudal balistiknya. Pada 2018, Trump menarik AS keluar dari kesepakatan multilateral “Nuklir Iran” yang dikenal dengan JCPOA 2015. Tindakan Trump inilah yang telah memicu ketegangan di kawasan regional Timur Tengah hingga saat ini.
Pada awal bulan ini, Trump bahkan menuduh bahwa Iran sedang merencanakan serangan tanpa alasan terhadap pasukan AS di Irak. Trump mengancam Iran akan membayar mahal jika mereka melakukannya.
Menanggapi ancaman kemarahan Presiden Trump, komandan IRGC Iran Jenderal Hossein Salami dengan tengan mengatakan: “Saya telah memerintahkan pasukan angkatan laut kami untuk menghancurkan pasukan angkatan laut Amerika di Teluk Persia yang mengancam keamanan kapal militer atau non-militer Iran.” (Banyu)