NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua presidium Indo Police Watch (IPW) Neta S Pane menyayangkan penundaan pembentukan Densus Anti Korupsi oleh Presiden Joko Widodo. Neta berpendapat, Densus Anti Korupsi sebetulnya bisa diharapkan dapat melakukan percepatan pemberantasan korupsi sesuai dengan konsep Nawacita di tengah makin maraknya korupsi saat ini.
IPW) menilai KPK, kejaksaan dan Dittipikor Polri belum maksimal dalam mengatasi korupsi di negeri ini.
“KPK misalnya, walau super aktif melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) di sana sini tapi aksi korupsi tetap terlihat makin marak saja. OTT tidak berhasil membuat pejabat negara takut untuk melakukan korupsi. KPK sendiri belum terlihat maksimal dlm melakukan upaya pencegahan korupsi. Padahal salah satu misi utama KPK adalah melakukan upaya pencegahan korupsi. Bahkan aksi sosialisasi atau kampanye untuk pencegahan korupsi sepertinya tak pernah lagi dilakukan KPK dengaan agresif,” ujar Neta, Jakarta, Rabu (25/10/2017).
Menurut Neta, KPK lebih mengutamakan pada penindakan dan OTT untuk meraih pencitraan, dan bukan untuk menghilangkan korupsi. Sehingga KPK sangat terkesan tebang pilih.
“OTT yang dilakukan KPK seakan tidak menyentuh korupsi kakap. Bahkan RJ Lino yang diduga terlibat dalam kasus korupsi Pelindo II seakan tak tersentuh KPK meski sudah 2 tahun dijadikan tersangka oleh lembaga anti rasuah tersebut. “Ini menggambarkan arah pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK makin tidak jelas. Sementara kejaksaan dan Dittipikor Polri nyaris tak terdengar gebrakannya dalam hal pemberantasan korupsi,” imbuhnya.
Neta menambahkan, dalam kondisi inilah sebenarnya diperlukan keberadaan Densus Anti Korupsi. Densus ini diharapkan mampu melakukan dua hal secara beriringan. Yakni program pencegahan korupsi dengan cara melakukan sosialisasi dan kampanye ke jajaran pemerintahan maupun masyarakat. Selain itu, membuat strategi maupun pengkajian-pengkajian untuk menghilangkan korupsi dari negeri ini.
Kedua melakukan penindakan dengan tegas dan terobosan baru agar terjadi efek jera di masyarakat, terutama di lingkungan aparatur negara, untuk tidak melakukan korupsi. Terobosan itu antara lain menjadikan aparatur penegak hukum sebagai langkah utama pemberantasan korupsi. Setelah itu, jajaran partai politik di legislatif dan pemerintahan. Kemudian mengenakan pasal hukuman mati bagi para koruptor, terutama bagi aparatur penegak hukum yang melakukan korupsi.
“Jika langkah dan terobosan ini yang dilakukan Densus Anti Korupsi tentu tidak akan terjadi tumpang tindih dengan KPK, Kejaksaan dan Dittipikor Polri. Sebab, ketiga institusi tersebut tidak pernah melakukannya,” terang Neta.
Lebih lanjut Neta menilai tentunya densus perlu diperkuat dengan fasilitas dan dana operasional yang setara KPK. Densus harus diberi target waktu untuk menunjukkan kinerjanya. Jika targetnya tidak tercapai, harus dievaluasi dan bila perlu dibubarkan.
“PW sangat menyayangkan keputusan presiden yang menunda keberadaan densus anti korupsi,” katanya.
Meski demikian, penundaan ini harus dijadikan evaluasi oleh Polri untuk membangun soliditas dan kordinasi serta untuk memperkuat konsep pemberantasan korupsinya, sebelum kelahiran densus anti korupsi. “Strategi dan terobosan baru memerangi korupsi dan memusnahkan korupsi di negeri ini sangat diperlukan. Jika Densus tidak membawa konsep dan strategi baru sebaiknya tidak perlu dilahirkan karena akan sia sia dan membebani anggaran negara,” jelasnya.
Terakhir, IPW khawatir penundaan kelahiran itu akan membuat densus anti korupsi akan mati prematur. Densus itu mati sebelum dilahirkan. Sebab situasi sosial politik dua tahun ke depan membuat banyak pihak lbh konsentrasi dalam mengumpulkan potensi kekuatan politiknya ketimbang memikirkan hal lain, termasuk memikirkan kelahiran densus anti korupsi.
“Sebab itu IPW kurang yakin densus ini bisa terbentuk dalam waktu dekat, meski sesungguhnya densus ini sebuah alternatif dalam pemberantasan korupsi di negeri ini. Sebab itu, Presiden perlu menjelaskan dan memberi batas waktu penundaan kelahiran densus anti korupsi ini agar tidak muncul kekhawatiran densus ini ditunda selamanya,” tutupnya. (ed)
Editor: Eriec Dieda/NusantaraNews