FeaturedHukumPolitik

Ikut Urus Dana Desa, Polri Berpotensi Intimidasi

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Penandatangan MoU mengenai diperbolehkannya Polri ikut urus pengawasan dana desa menuai pro kontra. Dimana ada pihak yang mengaku mendukung, namun tak sedikit pula yang ragu atas keterlibatan Polisi dalam masalah dana desa.

Hal ini dikarenakan, keterlibatan institusi Polri ikut urus dana desa dinilai bisa berpotensi memunculkan intervensi terhadap kepala desa di daerah-daerah. Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Dr H Sindawa Tarang, menyebut bahwa dilibatkannya polisi dalam kasus dana desa hanya akan memberi peluang praktik intimidasi terhadap para kepala desa.

Di sisi lain, MoU tersebut kata dia, merupakan instrumen dari kepentingan kelompok politik tertentu menjelang Pilkada 2018 dan Pileg/Pilpres 2019 mendatang. Oleh karena itu, Sindawa Tarang mengaku menolak MoU tersebut.

Dalam konteks ini, ia melihat dana desa adalah amanat Undang-Undang (UU) No 6 Tahun 2014 tentang Desa, sehingga siapa pun pemimpin republik ini wajib mengalokasikan dana desa setiap tahunnya.

Baca Juga:  Prabowo Temui Surya Paloh, Rohani: Contoh Teladan Pemimpin Pilihan Rakyat

Memang, sejak diputuskannya MoU dengan melibatkan Polisi yang dibiarkan untuk ikut campur mengenai dana desa dianggap janggal. Pasalnya, audit dana desa sudah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Sementara itu, ada pula Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kejaksaan di daerah-daerah yang melakukan pengawasan terhadap dana desa secara ketat. Sehingga pelibatan Polisi oleh pemerintah dalam ikut mengawasi dana desa terkesan tidak wajar.

“Bila kemudian Polri ikut campur, itu akan mengintimidasi para kepala desa. Sebentar-sebentar kepala desa disambangi oknum-oknum polisi yang menyalahgunakan MoU itu, sehingga akan mengintimidasi dan mengganggu kinerja pemerintah desa,” kata Sindawa Tarang.

Sekarang saja, sudah banyak oknum dari pihak kepolisian yang datang ke desa-desa meminta APBDesa, Rencana Kerja Pemerintah Desa dan sebagainya. Sindawa Tarang menyebut nota kesepahaman yang tentang keikutsertaan Polisi mengawasi dana desa disebutnya tidak ada dasar hukumnya.

Selain itu, tidak termasuk peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dirinya menjelaskan, Berdasarkan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia meliputi UUD 1945, Ketetapan MPR, UU/Perppu, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah (Perda) Provinsi, dan Perda Kabupaten/Kota.

Baca Juga:  Aglomerasi RUU DK Jakarta

Karena tak memiliki dasar hukum, maka Sindawa Tarang mengingatkan kepada para kepala desa di seluruh Indonesia agar jangan ada yang mau menyerahkan dokumen pemerintah desa ke oknum kepolisian. Pasalnya, MoU tersebut menabrak PP 12/2017 dan beberapa peraturan lainnya.

Memang dirinya tak menampik, jika banyak jumpai kasus penyelewengan dana desa. Tapi karena sudah ada KPK, Kejaksaan Agung, BPK dan BPKP, serta Inspektorat Kabupaten maka pelibatan Polri secara khusus dalam pengawasan dana desa menurutnya suatu keanehan dan hanya akan menambah ketakutan kepala desa dalam menggunakan dan mengelola dana desa.

Sebagaimana diketahui bahwa pada 20 Otober 2017 lalu, Kapolri Jendral Tito Karnavian telah menandatangani nota kesepahaman dengan Menteri Desa Eko Putro Sandjojo serta Mendagri Tjahjo Kumolo. Nota kesepahaman ini berisi tentang pencegahan dan pengawasan dana desa. (Gendon)

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 12