NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menanggapi persoalan tentang kebangkitan PKI di Indonesia, Pusat Syi’ar dan Dakwah Da’i Muda Al-Mahabbah, berdasarkan musyawarah pleno pengurus, mengeluarkan maklumaat dan himbauan.
PD (Pusat Dakwah) Al-Mahabbah memandang bahwa kelompok yang membela PKI mati-matian, dengan yang mengutuk PKI, sama-sama terjebak dalam romantisme sejarah. “Alih-alih bisa membangkitkan rasa bangga pada sanubari anak bangsa, yang ada justru memantik api permusuhan,” ungkap PD (Pusat Dakwah) Al-Mahabbah dalam keterangan tertulis, Selasa (26/9/2017) di Jakarta.
PD Al-Mahabbah menyadari bahwa pemberontakan dan pembunuhan yang dilakukan PKI terhadap umat Islam di masa lalu adalah luka sejarah yang tak bisa dilupakan. Untuk itu PD Al-Mahabbah menilai alangkah lebih baiknya, luka lama itu tak diungkit-ungkit kembali.
“Luka ini sudah lama kita obati dan kita balut dengan perban, meski goresan-goresannya masih menyisakan rasa sakit yang mendalam. Membuka kembali luka yang sudah lama kita balut adalah upaya yang hanya akan membuat kita mundur beberapa langkah ke belakang,” sambungnya.
Karenanya, PD Al-Mahabbah memandang bahwa Persatuan dan Kesatuan adalah mutlak harus sama-sama dijaga dan perjuangkan. “Hentikan segala upaya untuk memantik kembali api permusuhan, hapus luka lama, dan kembali tegak menatap masa depan,” tegasnya dalam maklumat.
Sementara itu, Wakil Sekjend Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Abdul Mun’im DZ (25/5/2016) membantah kalangan latah yang menyebut PKI sudah tidak eksis pasca dipukul mundur setelah gagal melakukan kudeta untuk kedua kalinya.
Pendapat yang mengatakan PKI telah mati, menurut Mu’im DZ tidak benar. Menurutnya, PKI masih ada sampai sekarang meskipun secara kuantitas masih relatif minor. Untuk itu, dirinya menegaskan PKI tidak boleh muncul lagi di Indonesia.
“PKI tidak boleh muncul lagi. Perlu diketahui oleh publik bahwa PKI masih tetap ada sampai sekarang sekalipun kecil secara kuantitasnya. Tapi kita harus waspada dan tidak boleh mengabaikannya. PKI akan tetap berbahaya, walaupun organisasi sudah dilarang pemerintah sesuai dengan TAP MPR tapi masih harus tetap kita perhatikan dengan serius tahun 65 itu yang paling krusial pemberontakan dilakukan untuk yang kesekian kalinya,” ujar Mun’im kepada Nusantaranews.
Pewarta/Editor: Romandhon