NUSANTARANEWS.CO – Dalam mengevaluasi atau menilai kritis kinerja Presiden Jokowi urus pemerintahan, bidang kehutanan dapat dijadikan sasaran penilaian. Pada saat Kampanye Pilpres 2014, Jokowi berjanji secara lisan, menangani kabut asap di Provinsi Riau. Janji ini pada 2017 telah terpenuhi. Kebakaran hutan sebagai sumber kabut asap sangat jauh berkurang.
Di dalam dokumen “Visi, Misi dan Rencana Aksi Jokowi -Jusuf Kalla tahun 2014”, mereka berjanji tertulis di sektor kehutanan melakukan penguatan melalui:
1. Pengawasan dan penegakan hukum lebih efektif terhadap pelaku ilegal loging.
2. Pengembangan tata hutan kesepakatan.
3. Pengembangan industri hasil hutan dan produk non kayu yang ramah lingkungan.
4. Evaluasi dan pemanfaatan sumberdaya hutan yang lestari.
5. Pemeliharaan proses ekologis dan sistem penyanggah kehidupan.
6. Pengawetan sumberdaya alam hayati dan eko sistemnya.
7. Tersedianya data sumber daya hutan secara de fakto dan dejure serta dapat memberikan kepastian berusaha berkeadilan.
8. Terselesaikan konflik kepemilikan hak pengelolaan dan tumpang tindih perizinan.
9.Tertib peredaran hasil hutan dan pencegahan kebakaran dan ilegal logging.
10. Peningkatan kegiatan rehabilitasi hutan rakyat , hutan tanaman industri, agroforestry dan hutan kemasyarakatan.
11. Pelestarian hutan pelestarian dan perlindungan 20,63 juta ha sisa areal yang masih berhutan serta perlindungan flora dan fauna yang terancam punah.
12.Rehabilitasi 100,70 juta Ha areal tidak berhutan, hutan tidak produktif dan lahan kritis.
(Catatan NSEAS: satu sumber di KemenLHK sebutkan, tidak mungkin tercapai, kemampuan Pemerintah tak sampai satu juta Ha per tahun).
13. Penataan rencana pemanfaatan 1,99 juta ha areal hutan yang belum terdata.
14. Bertanya tahapan yang jelas kegiatan pemenuhan kebutuhan hasil hutan kayu dalam negeri 46,3 m3/tahun secara bertahap.
Berdasarkan RPJMN 2015-2019, program bidang kehutanan mencakup diantaranya:
1. Pengembangan KPH Produksi dan Produk Kayu. Sasarannya:
a. Mengembangkan 347 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).
b. Memproduksinya kayu bulat dati hutan alam sebesar 29 juta m3.
c. Meningkatnya produksi kayu bulat dari hutan tanaman mengadu 160 juta n3.
d. Meningkatnya nilai ekspor produk kayu menjadi USD 49,4 miliar.
2. Pengembangan KPH Lindung dan Hasil Hutan Bukan Kayu. Sasarannya:
a. Mengembangkan 180 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL).
b. Meningkatkan HKm, HD dan HR.
c. Meningkatkan produk di hasil hutan bukan (HHBK) dari hutan lindung.
d. Meningkatnya pendapatan dan jasa lingkungan khususnya air baku utk domestik, pertanian, dan industri.
e. Meningkatnya kemitraan dgn dunia usaha dan masyarakat dari jasa air baku, karbon, pariwisata alam, dan bio-prospecting utk produksi obat-obatan, kosmetika dan bahan makanan.
3. Peningkatan kinerja tata kelola kehutanan. Sasarannya:
a. Penyelesaian pengukuhan/penetapan kawasan hutan mencapai 100 %.
b. Penyelesaian tata batas kawasan dan tata batas fungsi sepanjang 49.000 km.
c. Operasionalisasi 629 KPH terdiri 347 KPHP, 182 KPHL dan 100 KPHK Bukan Tanaman Nasional.
e. Peningkatan kinerja pengelolaan KOH.
f. Tertanganinya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan.
g. Menurunnya jumlah hotspots kebakaran kawasan hutan.
4. Peningkatan konservasi dan keanekaragaman hayati. Sasarannya:
a. Terbentuknya dan beroperasi nya KPHK non tanam national 100 unit.
b. Penyelesaian seluruh tata batas dan penetapan kawasan konservasi khususnya di 50 taman nasional.
c. Evaluasi seluruh rencana pengelolaan 50 taman nasional.
d. Penangkaran di seluruh 50 Taman Nasional utk 25 jenis species langka.
5. Peningkatan pengelolaan DAS. Sasarannya:
a. Menyelesaikan status DAS antar negara.
b.Mengurangi luas lahan kritis 5,5 juta ha melalui rehabilitasi di dalam KPH dan DAS prioritas.
c. Memulihkan kesehatan 5 DAS (Ciliwung, Citarum, Serayu, Bengawan Solo, Brantas).
Studi penilaian kritis masih membutuhkan data, fakta dan angka untuk merumuskan kesenjangan antara sasaran atau target diharapkan tercapai dengan realisasi. Khusus mengenai pencegahan kebakaran hutan dan lahan, sesungguhnya ada kemajuan, yakni semakin berkurang luas dan frekuensi kebakaran.
Pd 2016 telah diambil langkah pencegahan kebakaran hutan dan lahan di 7 Provinsi (Sumsel, Jambi, Riau, Kalbar, Kalteng, Kalsel dan Kaltim). Langkah dimaksud: patroli kebakaran hutan berbasis desa di 731 desa ditautkan upaya membangun sistem pemantauan, penanggulangan dan penegakan hukum dengan mencabut izin 3 perusahaan, membekukan 16 perusahaan dan memaksa perusahaan untuk mematuhi ketentuan pemerintah 22 perusahaan terbukti melakukan pembakaran. Upaya pencegahan juga dilakukan dengan membangun bangunan konservasi air 516 sumur bor, 2.581 embung dan 15.615 sekat kanal. Nilai kinerja rata2 81,86 % (Lakip 2019 KemenLHK).
Beberapa program sektor kehutanan di atas tergolong teknokratik, yang bagian dari program tekah dicanangkan dalam program jangka panjang. Namun, Presiden Jokowi mengkampanyekan program perhutanan sosial sebagai tindak lanjut visi, misi, rencana aksi saat Pilpres 2014.
Mengacu pada Perpres No. 2 Tahun 2015 tentang RPJMN Tahun 2015-2019, Pemerintah Jokowi menargetkan pelaksanaan reforma agraria 9 juta Ha dan perhutanan sosial 12,7 juta Ha. Secara
umum tujuan kebijakan ini adalah untuk mengurangi kemiskinan, menurunkan ketimpangan penguasaan dan kepemilikan lahan, serta menyelesaikan konflik tenurial.
Program perhutanan sosial ini juga tertuang di dalam Renstra KemenLHK 2015-2019. Sasaran program yakni:
1. Meningkatkan akses pengelolaan hutan oleh masyarakat. Luas lahan dikelola masyarakat meningkat setiap tahun.
2. Meningkatnya upaya penyelesaian konflik dan tenurial di kawasan hutan. Luas lahan diselesaikan konfliknya meningkat setiap tahun.
3. Meningkatnya prilaku peduli kehutanan. Jumlah role model peduli kehutanan meningkat setiap tahun.
KemenLHK tindaklanjuti dgn penerbitan Permen LHK No.P.83/2016 ttg Perhutanan Sosial. .
Maksud dan tujuan Permen LHK No.P.83/2016 ini adalah untuk:
1. Memberikan pedoman pemberian hak pengelolaan pemberian hak pengelolaan, perizinan, kemitraan dan Hutan Adat di bidang perhutanan sosial.
2. Menyelesaikan permasalahan tenurial dan keadilan bagi masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat yang berada di dalam atau di sekitar kawasan hutan dalam rangka kesejahteraan masyarakat dan pelestarian fungsi hutan.
Perhutanan sosial didefinisikan sebagai sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan. dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan.
Dalam perspektif Kementerian LHK dalam urusan kehutanan, reforma agraria (land reform) secara ringkas dimaknakan untuk lahan ditempati masyarakat dan sudah menjadi permukiman, dapat dilepaskan dari kawasan hutan menjadi bersertifikat dilihat dari status kawasan hutannya. Total disiapkan dari kawasan hutan sekitar 4,1 juta Ha.
Selanjutnya reforma agraria diimplementasikan dengan kebijakan perhutanan sosial, yakni Pemerintah menyiapkan akses kelola hutan kepada masyarakat, disebut Perhutanan Sosial. Masyarakat diberi akses kelola hutan selama 35 tahun dan dapat diperpanjang, namun tidak untuk dimiliki.
Sebagai penyempurnaan dari Permen LHK No.P. 83 , diterbitkan Permen No.P.39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perhutani. Sejumlah warga Jawa Barat dan Pensiunan Perhutani pernah mengajukan permohonan uji material ke Mahkamah Agung PermenLHK ini. Mereka berusaha membatalkan berlakunya. Namun, Alhamdulillah Mahkamah Agung menolak permohonan mereka.
Kebijakan perhutanan sosial akan menimbulkan dampak positif terhadap petani penggarap berupa kepastian hukum, keadilan sosial, kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
.
Menurut Menteri LHK Siti Nurbaya, total perhutanan sosial dicadangkan 12,7 juta Ha. Saat ini sudah terealisasi 1,4 juta hektare dari target 4,3 juta Ha sampai tahun 2019.
Mungkinkah Pemerintah mencapai target realisasi 4,3 juta hektar pada 2019 ? Ada pesimis, ada optimis.
Bagi Pihak pesimis, Pemerintah tidak sungguh2 tercermin dari politik anggaran APBN.
Jumlah anggaran pemerintah untuk program perhutanan sosial sangat rendah.
Pada periode 2015-2017 ada sekitar 510 ribu hektar perhutanan sosial
diujudkan dalam bentuk misi atau MoU. Dalam kurun waktu tsb harus mampu mencapai 7,62 juta Ha. Sedangkan alokasi anggaran pemerintah sangat minim. Selama 2015-2017 anggaran untuk penyiapan area perhutanan sosial rata2 Rp.38,76 milyar pertahun.
padahal agar mampu mencapai target 12,7 juta Ha, perlu alokasi anggaran Rp.830,58 miliar pertahun. Total untuk mencapai target 12,7 juta Ha Rp.4,15 triliun.
Bagi pihak optimis, terutama Menteri LHK, berkilah, untuk tahun 2018 anggaran sudah ditingkatkan. Target capaian perbulan dipercepat dari 120 ribu Ha selama ini per bulan menjadi 170 ribu Ha per bulan. Jika berhasil, maka target 4,3 juta Ha 2019 akan tercapai. Kinerja Jokowi urus perhutanan sosial tergolong bagus dan berhasil. Semoga !
Penulis: Muchtar Effendi Harahap (NSEAS)