Ekonomi

Hasil Studi: Sisi Gelap Kinerja Presiden Jokowi Mengurus Moneter

Muchtar Effendi Harahap, Peneliti Senior NSEAS. (Foto: Istimewa)
Muchtar Effendi Harahap, Peneliti Senior NSEAS. (Foto: Istimewa)

Penulis: Muchtar Effendi Harahap*

NUSANTARANEWS.CO – Di samping urusan keuangan negara, Presiden Indonesia Joko Widodo juga harus menyelenggarakan urusan moneter. Secara kelembagaan, urusan moneter ini juga diurus Kementerian Keuangan dipimpin Menteri sebagai pembantu Presiden. Apakah kondisi kinerja Jokowi baik atau buruk urus moneter? Satu sumber standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus moneter yakni janji-janji lisan kampanye Pilpres 2014 Jokowi. Beberapa janji lisan dimaksud yakni:

1. Pertumbuhan ekonomi 8%. Realitas obyektif menunjukan, pertumbuhan ekonomi jauh dari 8%.Laporan Kinerja Kemenkeu 2015 mencatat, pertumbuhan ekonomi diperkirakan + 4,7%. Kemudian, menurut kesepakatan Pemerintah dan DPR, asumsi dasar dlm APBN, 2016 hanya 5,3% dan 2017 bahkan menurun menjadi 5,1%. Jokowi tidak konsekuen dengan janji kampanye, dan tidak mampu mencapai 8%.

Baca:

2. Meningkatkan anggaran penanggulangan kemiskinan termasuk memberi subsidi Rp1 juta per bulan untuk keluarga pra sejahtera sepanjang pertumbuhan ekonomi di atas 7%. Selama 3 tahun Rejim Jokowi, tidak pernah janji ini direalisasi. Karena memang tak pernah pertumbuhan ekonomi mencapai 7%. Janji lisan ini mungkin bermanfaat hanya untuk pengaruhi calon pemilih kelompok pra sejahtera/miskin agar beri suara kepada Pasangan Jokowi-JK.

3. Meningkatkan anggaran KPK 10 kali lipat. Janji ini tidak dilaksanakan konsekuen. Selama 3 tahun Jokowi sebagai Presiden, tidak pernah anggaran KPK menaik 10 kali lipat. Kondisi anggaran KPK 2013 era SBY, Rp.662,4 miliar. Jika angka ini digunakan sebagai pembanding, maka era Jokowi anggaran KPK menjadi Rp. 6,6 triliun. Faktanya? Pada 2015, KPK mendapat anggaran Rp 898,91 miliar. Pada 2016 hanya Rp.991,8 miliar; 2017 malah merosot Rp. 250 miliar, menjadi hanya Rp.734,2 miliar. Tidak ada hubungannya dengan janji. Jokowi ingkar janji kampanye.

4. Meningkatkan 3 kali lipat anggaran pertahanan. Juga selama 3 tahun Jokowi tidak pernah kenaikan anggaran pertahanan 3 kali lipat. Kenaikan anggaran 3 kali lipat pertahanan sesungguhnya bertentangan dgn realitas obyektif. Tidak usah kan kenaikan 3 kali lipat, untuk mencapai target 1,5% dari PDB, Jokowi juga tak mampu alias gagal. Pada 2015 APBN pertahanan, RAPBN Rp. 94,9 triliun; APBN Rp. 96,8 triliun; RAPBN-P Rp. 97,4 triliun; dan, APBN-P Rp. 102,3 triliun. Sesuai janji seharusnya anggaran pertahanan 2015 menjadi Rp.250 triliun. Paada APBN 2016, fungsi pertahanan RAPBN Rp.95,8 triliun; APBN Rp. 99,6 triliun: RAPBN-P n/a; APBN-P n/a. Tak beda dengan kondisi 2015. Pd 2017, kondisi anggaran pertahanan juga tak berbeda secara berarti.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Gelar Konsultasi Publik Penyusunan Ranwal RKPD Kabupaten Nunukan 2025

Janji-janji tertulis di atas Jokowi tidak melaksanakan konsekuen. Dapat disimpulkan, atas standar kriteria janji-janji lisan kampanye Pilpres 2014, kondisi kinerja Jokowi tergolong buruk.

Sumber berikutnya adalah janji-janji tertulis kampanye Jokowi tertuang di dalam NAWA CITA. Antara lain: 1. Sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dan alokasi anggaran, 2. Peningkatan realisasi penggunaan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, pengelolaan pendidikan, kesehatan, dan perumahan, 3. Pemberian intensif bagi lembaga dan daerah memiliki penyerapan anggaran tinggi dalam mendukung prioritas pembangunan dan kebocoran rendah, dan 4. Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang terkait penyerapan tenaga kerja.

Target capaian di atas dapat dinilai apakah berhasil atau gagal tercapai, sangat penting publikasi data, fakta dan angka terkait dari Pemerintah.

Selanjutnya sumber standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus moneter yakni RPJMN 2015-2019. Yakni: 1. Tercapainya inflasi setara negara kawasan atau mitra dagang dgn 3,0-5,0% pertahun. Kondisi 2014 era SBY inflasi mencapai 8,4%. Target era Jokowi yakni 2015 turun menjadi 5%; 2016 turun lagi 4,0%; 2017 tetap 4 0%; 2018 turun 3,5%; dan, 2019 tetap 3,5 %. Kenyataanya, BPS mencatat, inflasi 2015 mencapai 3,35%. Angka ini lebih rendah ketimbang target dan berhasil. Di lain pihak, kesepakatan Pemerintah dan DPR, asumsi dasar dlm APBN, angka inflasi 2016 tidak sesuai target 4,7 %; 2017 sesuai target 4 %. Kinerja buruk, gagal mencapai target 2016 dan 2017.

Baca Juga:  Bupati Nunukan dan OPD Berburu Takjil di Bazar Ramadhan

2. Tercapainya nilai tukar (Rp./USD) dengan kondisi 2014 era SBY Rp.11,900 ribu, kemudian era Jokowi target 2015 Rp. 12,200 ribu; 2016 Rp. 12,150 ribu; 2017 Rp. 12,100 ribu; 2018 Rp. 12,050 ribu; dan, 2019 Rp. 12 ribu. Sepanjang Jokowi menjabat Presiden, nilai tukar rupiah lebih tinggi ketimbang kondisi 2014 era SBY. Kenaikan itu melewati target setiap tahun. Bahkan, pada Mei 2018 Rp 14.100. Artinya, angka ini melebihi target capaian dalam RPJMN Rp. 12,050 ribu dan juga target pemerintah dalam APBN 2018 Rp 13.400 per dolar AS. Bagaimana ke depan? Menko Perekonomian Darmin Nasution memprediksi rupiah tak akan kembali ke Rp13.500/USD. Maknanya, Jokowi akan gagal meraih target capaian. Kinerja buruk.

3. Revisi UU terkait pengalihan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan dari BI kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satu RUU masuk Prolegnas prioritas 2015 adalah RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Revisi UU BI ini merupakan usul inisiatif dari Komisi XI DPR dan Kementerian Keuangan selaku wakil pemerintah. Dari standar kriteria bersumber RPJMN, kondisi kinerja Jokowi urus moneter tergolong buruk. Jokowi gagal mencapai 2 dari 3 target.

Renstra Kemenkeu 2015-2019 juga bisa dijadikan sumber standar kriteria evaluasi kritis kondisi kinerja Jokowi urus moneter. Menurut Renstra ini, salah satu a kebijakan strategis, yakni peningkatan kualitas perencanaan penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan transfer ke daerah dgn kondisi ingin dicapai: 1. Perencanaan dan pelaksanaan anggaran berkualitas. dan 2. Hubungan Pusat dan Daerah adil dan transparan.

Baca juga:

Baca Juga:  Kebutuhan Energi di Jawa Timur Meningkat

Strategi perencanaan anggaran berkualitas, yakni: a. Pengurangan pendanaan bagi kegiatan konsumtif dlm alokasi anggaran Kementerian/Lembaga; b. Pencanangan program penghematan dgn pengurangan frekuensi perjalanan dinas, rapat di luar kantor, perbatasank pembelian kendaraan dan pembangunan gedung baru, pengurangan aktivitas seremonial, dan pengutamaan konsumsi atau penggunaan produk dlm negeri (quick wins); c. Merancang ulang kebijakan subsidi guna mewujudkan subsidi rasional penganggarannya dan tepat sasaran; d. Pemantapan penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) utk meningkatkan disiplin dan kepastian fiskal; e. Penataan remunerasi Aparatur Negara dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); f. Memprioritaskan alokasi belanja bersifat mandatory spending sprt anggaran pendidikan, penyediaan dana desa dsb; g. Memprioritaskan alokasi belanja utk mendanai issue strategis seperti pembangunan infrastruktur, alutsista TNI, ketahanan pangan dan enerji; dan h. Peningkatan sinergi dan kapasitas stakeholders penganggaran.

Kita memerlukan publikasi Pemerintah ttg data, fakta dan angka realisasi target kecapaian rencana bersumber Renstra Kemenkeu ini. Bahkan, Jokowi sendiri melakukan kritik terkait penggunaan anggaran dan prilaku aparatur pemerintahan: 1. Banyak ukuran kinerja penggunaan anggaran negara, terutama APBD dan APBN tidak jelas. Saat ini banyak terjadi inefisiensi. Hasil akan dicapai pun dinilai tidak memiliki kejelasan. Banyak kegiatan tidak berorientasi pada hasil. Program dijalankan pun juga banyak tidak berkaitan dgn pembangunan. Akibatnya, laporan dihasilkan tidak maksimal sesuai kenyataan di lapangan. Dan 2. 60-70 % birokrasi setiap hari hanya urus SPJ. Untuk itu, Jokowi meminta supaya menjadi pemikiran bersama, jangan sampai pemerintah terjebak pd rutinitas dianggap benar. Orientasi pemerintah harus orientasi hasil. Jangan sampai kehilangan enerji, semyanyabmengarah kepada SPJ.

Berdasarkan sumber standar kriteria evaluasi kritis (Janji lisan dan RPJMN), kondisi kinerja Jokowi urus moneter tergolong buruk. Jokowi gagal meraih target capaian. Hal ini diperkuat lagi kritik Jokowi sendiri.

Muchtar Effendi Harahap, Ketua Tim Studi NSEAS

Related Posts

1 of 3,207