Ini Jawaban Ketua KPK Soal Hilangnya Nama Politisi PDIP di Dakwaan Setnov

Sidang Setya Novanto dengan nomor register 130/Pid.Sus-TPK/2017/PN Jkt.Pst tertanggal 6 Desember 2017 di Tipikor. Foto: Restu Fadilah/NusantaraNews

Sidang Setya Novanto dengan nomor register 130/Pid.Sus-TPK/2017/PN Jkt.Pst tertanggal 6 Desember 2017 di Pengadilan Tipikor. Foto: Restu Fadilah/NusantaraNews

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo angkat bicara terkait tudingan Kuasa Hukum Setya Novanto soal hilangnya sejumlah nama politikus PDIP yang hilang dalam dakwaan kliennya itu.

Menurut Agus, hilangnya nama-nama politikus dalam surat dakwaan Setya Novanto karena jaksa institusinya ingin fokus mengusut Novanto. Terlebih berdasarkan bukti-bukti dimiliki, Novanto memang tidak banyak berkaitan dengan pihak lain, dalam hal penerimaan dan pemberian uang proyek e-KTP.

“Sejumlah nama hilang itu karena jaksa mau fokus. Kalau kasusnya Pak Irman dan Sugiarto kan mereka memberi ke banyak pihak. Yang disebutkan kan memberi semua,” tutur Agus di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/2017).

Agus memastikan pihaknya profesional dalam mengusut kasus-kasus di KPK. Kalau tidak disebutkan, terang Agus, bukan berarti nama-nama tadi hilang, sebab penyidikan kasus korupsi yang menyebabkan negara rugi hingga Rp 2,3 triliun itu masih berjalan.

“Nama-nama itu tetap dan tidak akan hilang. Tapi kalau (dakwaan) Pak Setya Novanto kan beri (uang) kepada siapa saja? Kan (Novanto) tidak memberi ke Pak Ganjar, tidak kan. Jadi fokus ke masalah Pak Novanto gitu lho,” kata Agus.

Untuk diketahui, pada Rabu (20/12) lalu, Maqdir Ismail mempertanyakan hilangnya sejumlah nama-nama Politikus PDIP seperti Ganjar Pranowo, Olly Dondokambey, hingga Yasonna Laoly. Hal tersebut dituangkannya dalam eksepsi atau nota keberatan.

Untuk diketahui, dalam dakwaan Jaksa KPK, Setnov disebut melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan proyek e-KTP, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam dakwaan tersebut, Setnov juga disebut telah memperkaya diri sendiri dengan menerima uang sebesar US$ 7,3 Juta dan jam tangan bermerk Richard Mille Rm 011 seharga US$ 135ribu.

Uang sebanyak US$ 7,3 juta itu tidak diterimanya secara langsung, melainkan melalui Pengusaha Made Oka Masagung sejumlah US$ 3,8 Juta dan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo sebesar US$ 3,5 Juta.

Dengan perincian diterima melalui rekening OCBC Center Branch Nomor Rekening 501029938301 atas nama OEM Investment, PT, Ltd. Sejumlah US$ 1,800,000 dan melalui rekening Delta Energy, Pte, Ltd, di Bank DBS Singapura Nomor Rekening 0003-007277-01-6-022 sejumlah US$ 2.000.000.

Sedangkan yang diterima oleh Setnov melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo itu dalam kurun waktu pada tanggal 19 Januari 2012 s/d 19 Februari 2012.

Perbuatan Setnov juga diduga telah memperkaya orang lain, di antaranya, Mendagri Gamawan Fauzi, Andi Narogong, Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, Drajat Wisnu Setyawan beserta enam anggota panitia tender e-KTP, Johannes Marliem, Miryam S Haryani, Markus Nari, Ade Komaruddin, M Jafar Hapsah, beberapa anggota DPR periode 2009-2014, Husni Fahmi, Tri Sampurno, Yimmy Iskandar Tedjasusila alias Boby, 7 orang tim fatmawati, Wahyudin Bagenda dan Abraham Mose serta tiga orang direksi PT Len Industri. Kemudian, Mahmud Toha, dan Charles Sutanto Ekapraja.

Adapun korporasi yang diuntungkan perbuatan Setnov, di antaranya, Manajemen Bersama Konsorsium PNRI, PT Sandipala Artha Putra, PT Len Industri, PT Sucofindo dan PT Quadra Solution, serta PT Mega Lestari Unggul.

Dalam dakwaan, nama anak dan istri Setnov pun ikut disebut-sebut. Deisti Astriani Tagor dan Rheza Herwindo disebut membeli saham perusahaan yang merupakan holding PT Murakabi Sejahtera.

Awalnya Jaksa KPK menjelaskan Andi Agustinus alias Andi Narogong, yang telah dituntut secara terpisah, membentuk tim Fatmawati untuk mengakali proses lelang terkait proyek e-KTP. Tim Fatmawati itu kemudian membentuk tig konsorsium dengan skenario untuk memenangkan salah satu konsorsium. Tiga konsorsium itu adalah konsorsium PNRI, Astragraphia, dan Murakabi.

Salah satu konsorsium, yaitu konsorsium Murakabi yang terdiri dari PT Murakabi Sejahtera, PT Aria Multi Graphia, PT Stacopa Raya, dan PT Sisindocom Lintasbuana difungsikan sebagai perusahaan pendamping.

Adapun PT Murakabi sejahtera ini dikendalikan oleh terdakwa (Setya Novanto) melalui Irvanto Hendra Pambudi, Deisti Astriani Tagor dan Rheza Herwindo. Dengan cara Irvanto Hendra Pambudi Cahyo membeli saham PT Murakabi Sejahtera milik Vidi Gunawan, sehingga Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dapat menggantikan posisi Vidi Gunawan yang merupakan Adik Andi Agustinus sebagai Direktur PT Murakabi Sejahtera dan selanjutnya Deisti Astriani Tagor dan Rheza Herwindo membeli sebagian besar saham PT Mondialindo Graha Perdana yang merupakan holding dari PT Murakabi Sejatera.

Atas perbuatannya, Setnov didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Reporter: Restu Fadilah

Exit mobile version