NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Energi baru dan terbarukan (EBT) sudah merupakan solusi cerdas dalam menjawab teka teki nasib kebutuhan energi masa depan. Selain mampu mengurai persoalan lingkungan, EBT menawarkan bagi Indonesia untuk memproduksi dan menyuplai energi masa depan bagi negara negara dunia.
Potensi yang dimiliki alam Indonesia sangat melimpah. Mulai dari EBT yang bersumber dari matahari, angin, maupun bio gas alam lainnya. Namun, sederet potensi potensi alam tersebut sampai saat ini masih belum tergarap oleh pemerintah.
Anggota Komisi VII, Kurtubi pada 27 Juli 2017 pernah mengungkapkan bahwa untuk urusan pengembangan EBT, pemerintah melalui APBN bisa menganggarkan. Meski disebut membutuhkan anggaran yang tak sedikit, namun sektor EBT harus segera digarap negara.
Hal itu tak berlebihan, International Energy Agency (IEA) mengungkapkan, bahwa antara tahun 2010 dan 2030, biaya investasi untuk membangun infrastruktur kelistrikan di perkotaan rata-rata mencapai US$14 miliar per tahun. Namun itu masih belum cukup. Ada 1 miliar penduduk yang tinggal di lokasi-lokasi terpencil di negara berkembang yang memerlukan akses energi. Diperkiran butuh dana sebesar US$ 48 miliar per tahun untuk memberikan akses yang merata ke energi terbarukan.
Baca Juga:
Pertumbuhan Energi Baru dan Terbarukan Kian Pesat Di Negara Berkembang
Dinasti Rockefeller Siap Berinvestasi Ke Energi Terbarukan
Turbin Angin di Samudera Cukup untuk Kebutuhan Energi Terbarukan Dunia
Saat ini, negara dengan kapasitas energi surya terpasang terbesar adalah Jerman (32,4 GW), Italia (16,4 GW), Amerika Serikat (7,2 GW) dan China (7 GW). Sementara energi angin terpasang dari China dan Amerika Serikat dengan kapasitas masing-masing sebesar 75,3 GW dan 60 GW.
Untuk energi angin dunia, kapasitas terpasang tetap dipegang oleh Uni Eropa yang menguasai 37,5% pangsa pasar dunia dengan kapasitas 106 GW. Saat ini energi angin menyumbang 11,4% dari total kapasitas energi terpasang di Uni Eropa.
Sementara Indonesia saat ini masih mengerjakan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Pertama, mengejar ketertinggalan masalah sektor minyak dan gas bumi (migas) serta ketenagalistrikan. Kedua, mengejar target penggunaan energi terbarukan sebesar 23 persen dari total penggunaan energi pada 2025 mendatang.
Editor: Romandhon