NUSANTARANEWS.CO – Ketua SETARA Institute, Hendardi, mengungkapkan bahwa KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) lebih tepat disebut sebagai tokoh kemanusiaan karena gagasan dan pemikirannya melampaui segala sekat yang secara profan seringkali digunakan sebagai alat penundukan dan penindasan.
Hal tersebut disampaikan Hendardi dalam rangka mengenang tujuh tahun haul Gus Dur yang jatuh pada tanggal 23 Desember 2016 kemarin.
“Cita-citanya (Gus Dur) bukan hanya memastikan kemajemukan Indonesia tetap terjaga, tetapi juga sepenuhnya ditujukan untuk memenuhi hak asasi manusia yang merupakan artikulasi otentik sikap beragama yang sebenarnya,” ungkap Hendardi kepada wartawan seperti dikutip dari siaran pers, Jakarta, Rabu (28/12/16).
Menurut Hendardi, gagasan dan pikiran Gus Dur juga tersemai dalam memandu cita-cita SETARA Institute, dimana Gus Dur menjadi salah satu pendiri organisasi ini.
Hendardi mengatakan, jika menyimak situasi akhir-akhir Indonesia hari ini, maka Gus Dur pasti akan bersuara paling nyaring menentang berbagai aksi intoleransi, politisasi identitas, dan ancaman terhadap kemajemukan Indonesia.
“Meski tidak lagi bersuara, ajaran Gus Dur menyebar di banyak kalangan yang hari ini bahu membahu merawat kemajukan Indonesia,” ujarnya.
Oleh karena itu, Hendardi menambahkan, mengenang Gus Dur adalah merawat kemajemukan dan kemanusiaan. “Tidak ada obat penawar lain bagi bangsa yang majemuk kecuali terus menerus mengelola dan merawat kemajemukan sehingga menghasilkan produk kerukunan, toleransi, dan penghargaan terhadap kemanusiaan,” katanya. (Deni)