NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Golongan Putih (Golput) kini menjadi pihak yang dipersalahkan oleh pejabat negara dan berbagai kalangan elit lainnya, mengingatkan memori publik pada dinamika Pemilu 1971 silam.
Dalam sejarah republik, Golongan Putih pernah menjadi kekuatan politik yang menakutkan bagi penguasa. Adalah Arif Budiman dan Arif Waluyo salah seorang pelopor yang mencetuskan gerakan ini pada Pemilu 1971. Tujuan dari gerakan ini pada waktu itu sebagai bentuk protes kaum terpelajar (pemuda dan mahasiswa) atas dominasi ABRI (TNI) dalam menentukan arah bangsa. Pemilu dipandang hanya sebagai alat legitimasi semata.
Tentu saja gerakan ini menimbulkan reaksi dari para pejabat negara kala itu, mulai dari Pangkopkamtib sampai Adam Malik mengatakan Golput adalah Golongan Setan. Diskusi-diskusi tentang Golput dibubarkan bahkan beberapa tokohnya ditangkap, walau tak lama kemudian dibebaskan.
“48 tahun kemudian, kembali Golput menjadi momok yang menakutkan bagi penguasa saat ini. Berbagi statemen dari para petinggi negarapun berhamburan, bahkan Menkopulhukam Wiranto mengancam akan mempidana Golput ini,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM), Bin Firman Tresnadi, Jakarta, Senin (1/4/2019).
“Tak cukup sampai di situ, kata dia, penguasa pun mengerahkan pendukungnya untuk mengecam Golput, mulai dari Grup Band Slank sampai mantan Presiden Megawati. Bahkan Mega mengusir golongan putih ini dari tanah air,” sambung Firman.
Sebenarnya, kata dia, jika dilihat statistik Golput dalam pemilu pasca reformasi 98, kecuali pemilu 1999 angka golongan ini selalu berkisaran di atas 20 persen.
“Faktor Golput tentu saja beragam, mulai dari masalah teknis, apatis sampai yang bersifat politis. Walaupun demikian, reaksi dari penguasa tak seperti sekarang atau seperti masa orde baru. Golput dianggap sebagai angin lalu saja, toh seberapapun tingginya angka Golput tak akan membatalkan pemilu dan pemerintahan tetap bisa dibentuk pasca pemilu,” terangnya.
“Lalu kenapa sekarang reaksi dari pemerintah dan pendukungnya begitu berlebihan menanggapi Golput?,” ucapnya.
(eda)
Editor: Eriec Dieda