Ekonomi

FH: Saya Sedih BUMN Hanya Bekerja untuk Ukir Nama Jokowi di Prasasti Peresmian

Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)
Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean. (FOTO: NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean merasa sedih dan prihatin menyaksikan fakta bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menanggung hutang yang besar.

Seperti diketahui, setidaknya utang 10 BUMN terbesar mencapai 84,95% dari total utang BUMN. Utang seluruh perusahaan pelat merah tersebut sebesar Rp 5.271 triliun sementara utang 10 BUMN terbesar mencapai Rp 4.478 triliun yang diantaranya merupakan utang empat bank milik negara.

Ferdinand menilai, BUMN seolah-olah hanya bekerja untuk mengukir nama Presiden Joko Widodo di atas prasasti peresmian. Sementara di sampingnya, rakyat Indonesia tidak dapat apa-apa dari utang ribuan trilliun tersebut.

“Kerja.. kerja.. kerja! Saya sedih dan prihatin ketika BUMN hanya bekerja utk ukir nama @jokowi di prasasti peresmian. Sementara itu rakyat tidak dapat apa2 dr utang ribuan trilliun ini. Semestinya uang ribuan trilliun ini bisa sejahterakan rakyat, bkn hanya prasasti nama JKW,” tulis Ferdinand di akun twitter @Ferdinand_Haean, Rabu (16/1/2019).

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

https://twitter.com/Ferdinand_Haean/status/1085362393465597952

Terkait utang tersebut, Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memanggil BUMN yang memiliki utang terbesar untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Senin, 3 Desember 2018 lalu.

Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Bisnis Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, dalam daftar utang BUMN terdapat utang bank yang bukan beban. “Utang perbankan Rp 3.311 triliun itu adalah dana pihak ketiga, jadi sesungguhnya utang BUMN itu hanya sekitar Rp 2.000 triliun-an,” ujar Aloy usai RDP dengan Komisi VI.

Sementara utang BUMN non bank didominasi oleh sektor listrik, minyak dan gas (Migas),dan properti serta konstruksi. Utang sektor listrik mendominasi sebesar 58% dengan nilai Rp 543 triliun. Sedang utang BUMN sektor Migas senilai Rp 522 triliun atau sebesar 57%. Sektor properti dan konstruksi memiliki utang sebesar Rp 317 triliun sama dengan 16% utang BUMN non bank.

Aloysius mengatakan, pengukuran utang ini dilakukan dengan membandingkan posisi utang dengan industri sejenis. Misalkan, utang PT Telkom dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi lainnya. “Apa ukuran kepantasan utang, tentu saja perusahaan yang maju, umumnya mendapatkan pendanaan dari 2 sumber. Kalau tidak penambahan modal baik pasar modal, atau kah PNM oleh pemilik,” jelasnya.

Baca Juga:  Kebutuhan Energi di Jawa Timur Meningkat

Data ini, kata Aloysius, diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI). “Data ini kami peroleh dari Bursa Efek Indonesia selain perundingan dengan BUMN sekaligus kami bandingkan dengan industri sejenisnya,” tandasnya.

Berikut daftar 10 BUMN dengan utang terbesar:

1. BRI menanggung utang Rp 1.008 triliun
2. Bank Mandiri menanggung utang Rp 997 triliun
3. BNI menanggung utang Rp 660 triliun
4. PLN menanggung utang Rp 543 triliun
5. Pertamina menanggung utang Rp 522 triliun
6. BTN menanggung utang Rp 249 triliun
7. Taspen menanggung utang Rp 222 triliun
8. Waskita Karya menanggung utang Rp 102 triliun
9. Telekomunikasi Indonesia menanggung utang Rp 99 triliun
10. Pupuk Indonesia menanggung utang Rp 76 triliun

Pewarta: M. Yahya Suprabana
Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,157