Politik

Ternyata, Sajak yang Dibaca Prabowo Subianto Karya Pamannyya Sendiri, Letnan Subianto

Pidato Kebangsaan Prabowo Subianto - Indonesia Menang. (FOTO: Istimewa)
Pidato Kebangsaan Prabowo Subianto – Indonesia Menang. (FOTO: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Adalah sebuah sajak yang menjadi pengantar Pidato kebangsaan Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dalam taju “Indonesia Menang” di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Senin (14/1/2019) lalu.

“Saya ingin membuka pidato malam ini dengan membacakan sebuah sajak, sajak yang dapat menggambarkan mengapa kita berkumpul di malam hari ini, di tempat yang baik ini. Sajak ini ditemukan di kantong baju seorang perwira muda yang gugur dalam pertempuran di Banten pada tahun 1946,” ucap Prabowo.

Kita tidak sendirian.
Beribu-ribu orang bergantung pada kita.
Rakyat yang tak pernah kita lihat.
Rakyat yang mungkin tak akan pernah kita lihat.
Tetapi apa yang kita lakukan akan menentukan jadi apa mereka”

Demikian bunyi sajak yang dikutip Prabowo malam itu. Tetapi, sajak pembuka pidato kebangsaan ‘Indonesia Menang’ tersebut rupanya masih membuat sejumlah pihak penasaran. Apa maksud dan tujuan Prabowo menggunakan sajak tersebut yang saat dibacakan, layar yang muncul di belakang panggung adalah sebuah ilustrasi para pejuang tempo dulu dan satu foto pejuang di sisi kanannya. Diyakini seseorang yang empunya sajak.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Lantas, siapakah pejuang yang dimaksud mantan Danjen Kopassus tersebut?

Mari kita menoleh ke belakang, pada tanggal 25 Januari 2013, Prabowo Subianto menulis catatan di beranda Facebook resminya tentang peristiwa Pertempuran Lengkong yang terjadi pada 25 Januari 1946. Dari catatan tersebut, Prabowo menyebutkan bahwa sajak kemudian dijadikan pembuka pidatonya adalah karya pamannya sendiri, Letnan Subianto yang gugur bersama Taruna Sujono dan Maryor Daan Mogot.

Berikut ini catatan lengkapnya:

https://www.facebook.com/PrabowoSubianto/posts/10151188892596179

Selamat sore. Sahabat, 25 Januari, 67 tahun yang lalu, adalah hari terjadinya peristiwa Pertempuran Lengkong.

Pada peristiwa ini, dua orang paman saya, Letnan Subianto dan Taruna Sujono, tewas bersama Mayor Daan Mogot dan puluhan taruna Akademi Militer Tangerang dalam pertempuran melawan tentara Jepang.

Pada kesempatan ini, saya ingin berbagi dengan sahabat, sebuah pesan yang terkandung dalam sajak yang ditulis oleh paman saya Subianto pada tahun 1943. Waktu itu baru beliau berusia 20 tahun.

Sajak ini beliau tulis pada hari seorang pemangkas (tukang cukur rambut) dari militer Jepang datang ke sekolah beliau, Sekolah Tabib Tinggi di Jakarta untuk menggunduli kepala beliau dan teman-temannya.

Menggunakan sajak ini, beliau mengajak teman-temannya untuk tidak pasrah dan melawan.

– – –

Kita tidak sendirian.
Beribu-ribu orang bergantung pada kita.
Rakyat yang tak pernah kita lihat.
Rakyat yang mungkin tak akan pernah kita lihat.
Tetapi apa yang kita lakukan akan menentukan jadi apa mereka.

– – –

Sahabatku, kadang-kadang dengan berlalunya tahun demi tahun, kita cenderung lupa dengan jasa-jasa para pendahulu kita. Kadang-kadang, kita lupa dengan sejarah kita sendiri, ragu dengan jati diri kita sendiri.

Apa memang benar, kita bangsa yang lemah? Apa memang benar, kita bangsa yang kalah? Apa memang benar, kita bangsa yang malas, yang tidak mampu menghadapi bangsa lain?

Bangsa yang kuat, dan bangsa yang besar, adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya sendiri. Saya mengajak sahabat sekalian, terutama adik-adik yang masih muda, untuk mempelajari sejarah bangsa Indonesia.

Kita harus bertanya kepada diri kita sendiri, apakah jasad para pemuda, para pejuang, para rakyat Indonesia di seluruh nusantara hanya akan menjadi tulang tidak berarti, atau menjadi inspirasi bagi gerakan kita kedepan.

Salam Indonesia Raya,

Pewarta: M. Yahya Suprabana
Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,161