NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak membuka isi amplop barang bukti OTT atas anggota komisi VI DPR RI dari Fraksi Golkar Bowo Sidik Pangarso mendapat sindiran keras dari Koordinator Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak.
Saat menggelar jumpa pers kasus suap distribusi pupuk yang menjerat Bowo semalam, KPK menolak untuk membuka amplop yang diduga untuk serangan fajar Pemilu 2019 di hadapan para wartawan.
“Saya apresiasi OTT terhdp politisi Golkar, tapi bu Basaria @KPK_RI kenapa tdk dibuka dan tunjukkan 400 ribu amplop-amplop yg berisi uang 20 ribuan dan 50 ribuan yg diduga ada cap jempolnya itu?,” tulis Dahnil menyindir di akun Twitter pribadinya, Jumat (29/3/2019).
Saya apresiasi OTT terhdp politisi Golkar, tapi bu Basaria @KPK_RI kenapa tdk dibuka dan tunjukkan 400 ribu amplop-amplop yg berisi uang 20 ribuan dan 50 ribuan yg diduga ada cap jempolnya itu?
— Dahnil A Simanjuntak (@Dahnilanzar) March 29, 2019
Menurut Dahnil, sikap lembaga antirasuah itu dalam jumpa pers semalam berbeda dengan kebiasaan atau standar yang kerap dipraktikkan KPK sebelum-sebelumnya. KPK, kata Dahnil, saat jumpa pers kasus senantiasa membuka barang bukti. Tapi untuk kasus Bowo yang telah dinyatakan dipecat keanggotaanya dari Golkar itu tidak dibuka barang buktinya.
“Kebiasaan @KPK_RI ketika konpres membuka barang bukti, kenapa Bu Basaria melarang membuka barang bukti termasuk 400 ribu amplop-amplop yang sudah ada kode-kode capres tertentu tersebut. Publik perlu tahu,” cuit Dahnil.
Kebiasaan @KPK_RI ketika konpres membuka barang bukti, kenapa Bu Basaria melarang membuka barang bukti termasuk 400 ribu amplop2 yg sudah ada kode2 capres tertentu tsb. Publik perlu tahu.
— Dahnil A Simanjuntak (@Dahnilanzar) March 29, 2019
“Bahkan ada salah satu media online yg awalnya menulis diduga untuk Pilpres, KPK tak membuka amplop kemudian dirubah menjadi diduga untuk serangan fajar 🙂 hehehe,” imbuhnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, saat jumpa pers semalam, menyatakan pihaknya tak membuka amplop tersebut karena akan melanggar prosedur. Itu diutarakannya menanggapi permintaan wartawan peliput agar amplop tersebut dibuka untuk dapat dilihat pada bagian dalamnya. Mendapatkan permintaan itu, Febri yang mendampingi Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan pun sempat berbincang sejenak.
Setelah berdiskusi, Febri menjelaskan membuka barang bukti, dalam hal ini amplop yang diduga berisi uang, harus melalui prosedur dan harus dibuatkan berita acara. “Jadi kalau dibuka ada prosedur tertentu sampai dibuat berita acara dan hal-hal lain yang tentu saja tidak mungkin dilakukan langsung di ruangan ini,” katanya di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/3) malam.
Febri mengatakan ketika tim penyidik KPK mengamankan uang dan menghitung uang tersebut perlu disaksikan pihak yang memiliki uang tersebut. “Dalam kondisi konferensi pers seperti ini tentu tidak memungkinkan,” ujarnya.
Basaria sendiri mengklaim tak terdapat sebuah cap bergambar jempol dalam amplop yang disiapkan Bowo untuk Pemilu 2019. Bowo ini diduga menyiapkan 400 ribu amplop berisi pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu dengan total Rp8 miliar untuk dibagikan kepada masyarakat saat hari pemilihan alias serangan fajar pada 17 April mendatang.
“Apakah ada cap jempol segala macam ini kami pastikan tidak,” kata Basaria.
Dari hasil pemeriksaan tim penyidik, lanjut Basaria, uang Rp8 miliar tersebut disiapkan Bowo hanya untuk kepentingan dirinya yang maju sebagai calon legislatif untuk DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah II. “Untuk sementara dari hasil pemeriksaan tim kami, beliau mengatakan dalam rangka pengumpulan logistik pencalonan dia sendiri sebagai anggota DPR,” ujarnya.
Basaria menyebut dari hasil pemeriksaan diketahui uang yang disita dari kantor PT Inersia, perusahaan milik Bowo, bukan untuk kepentingan Pilpres 2019. “Sama sekali tidak (untuk Pilpres 2019). Ini hasil pemeriksaan adalah untuk kepentingan dia mencalonkan diri kembali,” katanya.
Bowo adalah kader Golkar yang dalam Pilpres 2019 mengusung pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. ‘Jempol’ sendiri adalah simbol yang digunakan pasangan Jokowi-Ma’ruf untuk mengidentifikasi nomor urut peserta dalam pesta demokrasi lima tahunan kali ini.
Semalam, Bowo tak menjawab saat ditanya apakah amplop yang dirinya persiapkan tersebut juga untuk kepentingan pemenangan Jokowi-Ma’ruf. Ia menutup rapat mulutnya sampai berada di dalam mobil tahanan.
Dalam kasus ini, Bowo bersama Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti dan karyawan PT Inersia, Indung ditetapkan sebagai tersangka suap kerja sama distribusi pupuk PT PILOG dengan PT HTK.
Bowo diduga meminta fee kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah US$2 per metric ton. Diduga telah terjadi enam kali penerimaan di sejumlah tempat sebesar Rp221 juta dan US$85.130. Uang sekitar Rp8 miliar dalam pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu itu telah dimasukkan dalam amplop-amplop. Uang tersebut diduga bakal digunakan Bowo untuk ‘serangan fajar’ Pemilu 2019. (mys/nn)
Editor: Achmad S.