NusantaraNews.co, Pamekasan – Sebagai guru bangsa, KH. Abdurrahman Wahid atau akrab dipanggil Gus Dur ada di setiap hari umat beragama di Indonesia. Sepak terjangnya bagi kemandirian, toleransi, dan kemanusiaan di Indonesia tidak hanya diakui oleh kalangan internal Nahdlatul Ulama, tapi hampir seluruh masyarakat Indonesia merasakan nilai-nilai dipraktikkan Gus Dur. Tak pelak banyak kalangan mendorongnya sebagai pahlawan nasional, pahlawan kemanusiaan.
Semangat inilah yang dijadikan landasan Densus 26 (Pendidikan Da’i Khusus Ahlussunah wal Jamaah 1926) Koordinator Wilayah Madura bekerjasama dengan PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate) Kecamatan Pakong Pamekasan menggelar Haul dan Refleksi Pemikiran Gus Dur di Pakong.
Nur Faizin, MA, Korwil Densus 26 Madura, mengatakan bahwa memperingati wafatnya KH. Abdurrahman Wahid atau yang kita kenal Gus Dur saat ini tidak hanya mengenang dan merefleksi jejak pemikirannya, tetapi juga kita dapat berwajaah dan silaturrahim dalam bingkai kebaikan. Densus 26 dan PSHT Ranting Pakong mengadakan acara ini tentu bukan sekadar pertemuan biasa. Bukan pula ajang reuni antara mas Hayat dan mas Ali yang sama-sama alumni MAN Pakong. Tidak. Kegiatan yang baik ini kita rawat sebagai sumbu pemersatu. Wadah saling mengisi kebaikan.
Sebagaimana disebutkan bahwa silaturrahim memperpanjang umur dan memperbanyak rezeki, Insya Allah penyelenggaraan acara yang dihelat Densus 26 dan PSHT Pakong akan memberikan dampak positif dan berkah silaturrahim.
“Nah, di sinilah kita. Berkumpulnya jamaah Densus 26 Sumenep dengan PSHT Ranting Pakong tidak lain selain menjalin silaturrahim pun juga saling mengingatkan untuk dan menguatkan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan sebagaimana dilakukan Gus Dur semasa hidupnya,” ungkap Jen, panggilan akrab Faizin, pada Minggu (7/1/18) kemarin.
Fendi Firmawan, ketua PSHT Ranting Pakong, dalam sambutannya juga mengapresiasi gerakan Densus 26. Gerakan yang mendekatkan diri pada masyarakat. Gelaran ini merupakan kerjasama positif yang patut ditingkatkan. Fendi menyinggung gerakan dakwah Gus Dur yang tidak hanya milik NU, tapi seluruh elemen masyarakat.
“Persaudaraan adalan jalan kami. Nilai ini juga menjadi semangat gerakan kemanusiaan yang dimotori Gus Dur. Bersaudara adalah memanusiakan tanpa sekat golongan tertentu. Semangat inilah yang kami usung bersama Densus 26,” ungkap Fendi.
Akhir sambutannya Fendi menekankan bahwa Gus Dur memang bukan nabi. Beliau manusia seperti kita. Hanya saja kedalaman budi dan pemikirannya untuk bangsa dan negara patut kita lestarikan. Lebih-lebih dalam soal Islam dan kaitannya dengan masalah sosial budaya, patut kiranya jika Gus Dur dijadikan rujukan dalam berdakwah, bermasyarakat, dan bernegara. (*)
Editor: Achmad S.