Berita UtamaPolitik

Dana Propaganda Komunisme Telan Milyaran Dollar AS

NUSANTARANEWS.CO – Komunisme yang dianggap bangkrut seiring runtuhnya Tembok Berlin, ditandai bubarnya Uni Soviet serta Pakta Warsawa, kini berhasil bangkit dengan model gaya baru. Ini menyusul beberapa negara dedengkot komunis seperti Rusia, China dan Korea Utara tengah naik daun dengan coraknya yang berbeda.

Dituding sebagai ideologi gagal, lantaran teori dan tindakan praktis para ‘imamnya’ yang kontradiktif dan paradoks, membuat ideologi yang banyak melahirkan pemimpin represif ini tak lantas ditinggalkan pemujanya.

Sekalipun pada masanya, pasca hancurnya Uni Soviet (Rusia), fakta menunjukkan paham komunis ramai-ramai ditinggalkan banyak orang. Seiring perjalanan waktu komunisme terus membangun kekuatan baru dan melakukan kampanye secara diam-diam demi mendulang massa di seluruh dunia.

Daratan Afrika misalnya, saat ini merupakan kawasan yang menjadi incaran paham ini dengan delik penguasaan ekonomi (baca: eksodus Cina ke Afrika). Salah satu media ternama Jerman, Deutsche Welle, membongkar temuan besar terkait kucuran dana yang telah digelontorkan pemerintah Rusia (Uni Sovyet) khususnya jaringan Komunis Internasional (Komintern) untuk mengkampanyekan kembali paham komunis gaya baru ke belahan dunia.

Baca Juga:  Hut Ke 78, TNI AU Gelar Baksos dan Donor Darah

Berbeda dengan Wahabisme, Komunisme cenderung lebih tertutup dalam gerakan kampanyenya. Ia menyusup ke berbagai LSM-LSM dan diskusi-diskusi akademik di kampus. Tak tanggung-tanggung, guna melakukan kampanye komunisme gaya baru (neo communism) mereka menggelontorkan dana hingga milyaran dollar AS.

Dilansir dari Deutsche Welle, dana untuk propaganda Komunisme, pemerintah Rusia telah menghabiskan dana sebesar 7 milyar Dollar AS. Kecenderungan komunis gaya baru (neo communism) memiliki corak, selain aktif mengkampanyekan paham komunis, mereka (negara-negara tempat paham ini tumbuh) seperti Rusia dan China lebih mementingkan penguasaan sektor ekonomi global.

Ideologi berlambang palu arit ini secara massif membangun poros kekuatan baru dalam menghadapi arus menuju globalisasi gelombang ketiga. Mereka mulai lihai berbicara tentang pertumbuhan ekonomi.

Satu persatu sektor ekonomi mereka sisir. Sebuah kenyataan, bahwa usai runtuhnya Tembok Berlin, komunisme lebih memilih tak lantang mendengungkan ideologinya, karena dalam praksisnya mereka sadar bahwa capaian yang diperoleh selama ini pada kenyataannya tak berbanding lurus dengan cita-cita dari paham tersebut.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan dan Unhas Makassar Tandatangani MoU

Untuk itu, kecenderungan negara-negara komunis saat ini lebih memfokuskan diri pada penguasaan disektor ekonomi global. Dengan kata lain, mereka realistis ketika rapuh di sektor penguasaan ekonomi, ideologi pun tak bergeming. Wajar jika kemudian Vladimir Putin lebih menekankan ekpsor migas, penjualan senjata dan berebut hegemoni kekuatan global.

Begitu juga dengan embahnya komunisme di Asia, yakni Cina menyadari bahwa ekonomi lebih penting, sekalipun ideologi komunisme tetap menjadi misi utama. Petinggi Partai Komunis di Beijing lebih panik saat ekspor anjlok dan konjungktur turun, ketimbang saat Kongres Rakyat macet.

Pewarta/Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 9