NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Anggota IV Badan Pemeriksa Keungan (BPK), Rizal Djalil mengatakan terdapat beberapa permasalahan dalam pengelolaan energi baru terbarukan atau EBT. Berbagai permasalahan itu, antara lain kata dia, adanya gap cukup besar antara target dan realisasi capaian kontribusi EBT terhadap bauran energi nasional.
“Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan agar dipertimbangkan kembali menjadi bagian dari Direktorat Jenderal Ketenaga Listrikan,” ujar Rizal Djalil, Selasa (12/12/2017) dalam seminar bertajuk Energi Baru Terbarukan Antara Realita dan Harapan.
BPK merekomendasikan supaya pemerintah melakukan perbaikan atas kebijakan yang telah dikeluarkan, utamanya terkait dengan jual beli listrik yang berasal dari EBT, karena ditemukan beberapa permasalahan antara lain tidak adanya prinsip kesetaraan dalam perjanjian. Konsep perkiraan produksi sangat sulit diaplikasikan kepada PLT Makro Hidro dengan model run of river karena sangat tergantung dari kondisi cuaca dan alam.
“Format Perjanijian Jual Beli tenaga Listrik (PJBL) saat ini disusun seolah-olah pembangkit yang dibangun oleh pengembang merupakan proyek PLN, sehingga ketentuan yang mengikat pengembang tidak acceptable kepada kepada bank/kreditur,” sambungnya.
Permasalahan lain yang ditemukan BPK adalah template PJBL tidak bisa dinegosiasikan oleh pengembang, namun PLN dapat melakukan perubahan ketentuan perjanjian. Jika pengembang menolak maka diselesaikan melalui Arbitrase.
Pada kesempatan tersebut hadir pula Anggota Komisi VII DPR, Kurtubi, dan Direktur Jenderal Energi Baru terbarukan Kementerian ESDM, Rida Mulyana. (*)
Editor: Romandhon