NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Setelah dibubarkan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari beberapa tahun silam, proyek NAMRU-2 nyaris tak lagi terdengar pemberitaannya di media massa nasional. Bahkan saat ada indikasi NAMRU-2 akan kembali beroperasi di Indonesia, tampaknya tak banyak media yang menelisiknya.
Menurut Global Future Institute (GFI), pada tahun 2012 silam sebuah informasi didapat dari lingkaran dalam pemerintahan bahwa Kementerian Luar Negeri RI mempersiapkan sebuah nota kesepakatan baru dengan pihak Amerika Serikat mengenai keberlanjutan proyek NAMRU-2 di Indonesia. Inti dari kesepakatan baru itu ialah mengizinkan kembali proyek NAMRU-2 beroperasi di tanah air.
Baca juga: Keberadaan AFRIMS Sebagai NAMRU-2 Gaya Baru?
GFI menyebut, sumber internal Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat mendesak Indonesia membuka kembali proyek penelitian NAMRU-2 dengan dalih semakin menyebarnya virus HINI sebagai penyebab flu babi di dunia, sehingga keberlanjutan penelitian NAMRU-2 dalam bidang penyakit menular semakin penting untuk dibuka kembali di Indonesia.
“Kita belum memiliki konsep ketahanan kesehatan dalam menghadapi skema perang kesehatan global yang kapitalistik,” ujar Direktur Eksekutif GFI, Hendrajit dalam diskusi terbatas di Wisma Daria, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (30/8/2018).
Menurut Hendrajit, keberadaan Naval Medical Research (NAMRU) unit 2 tidak memberikan manfaat untuk Indonesia. Dan sebaliknya, justru menjadi ancaman tersendiri bagi bangsa Indonesia sebagai perang nir militer melalui bidang kesehatan. Bahkan terungkap pula, bahwa beberapa tahun silam kantor NAMRU-2 di Indonesia menjadi markas terselubung intelijen Angkatan Laut Amerika Serikat untuk pengembangan senjata biologis pemusnah massal.
Baca juga: Serangan Gelap 400 Fasilitas Riset Biokimia AS di Berbagai Belahan Dunia
“Temuan pada 2007 mengungkap adanya indikasi keterlibatan operasi intelijen Angkatan Laut Amerika untuk pengembangan senjata biologis dengan berkedok sebagai penelitian mengenai penyakit menular,” ungkap pakar geolpolitik ini.
Salah satu indikasi bakal kembalinya NAMRU-2 di Indonesia ialah keberadaan AFRIMS atau The Armed Force Research Institute of Medical Services yang ditengarai sebenarnya merupakan proyek yang sama persis dengan NAMRU-2.
“Informasi ini, meski masih perlu eksplorasi dan investigasi secara lebih mendalam, tentu saja sungguh mengkhawatirkan. Apalagi ketika proyek AFIRMS ini sudah menyebar ke beberapa negara negara di kawasan Asia Tenggara seperti Vietnam, Laos, Singapura, Thailand dan Filipina,” kata Hendrajit.
“NAMRU-2 pasti berekor waktu itu sudah ada sekitar 104 perusahaan di bawah kendali NAMRU-2, pasti berekor. Kenapa? Karena negara ini tidak punya kontigensi, dan kelemahan itu menjadi daya tarik mereka untuk masuk ke Indonesia,” tambah Letjen Marinir Suharto. (eda/edd)
Editor: Eriec Dieda