ArtikelBerita Utama

Serangan Gelap 400 Fasilitas Riset Biokimia AS di Berbagai Belahan Dunia

NUSANTARANEWS.CO – Masih ingat kasus NAMRU-2 yang sempat ramai menjadi topik utama pemberitaan di tanah air? Ya, sebuah fasilitas laboratorium penelitian biomedis Naval Medical Research Unit Two – bahasa Indonesianya Unit Riset Medis Angkatan Laut Dua – disingkat NAMRU-2 milik Angkatan Laut Amerika Serikat yang khusus meneliti penyakit-penyakit menular yang memiliki potensi penting dari sudut pertahanan. NAMRU-2 secara resmi terdaftar di bawah komando Pusat Riset Medis Angkatan Laut AS (Naval Medical Research Center) yang berlokasi di Silver Spring, Maryland, Amerika Serikat.

Pada tahun 2013, fasilitas NAMRU-2 kemudian ditutup oleh pemerintah Indonesia. Sejak awal dijalankan, Pemerintah Indonesia memang tidak memiliki kendali atas operasi fasilitas tersebut, padahal bangunannya berada di dalam kompleks milik Kementerian Kesehatan negara. Belum lagi tuntutan AS untuk status diplomatik bagi staf laboratorium dan penolakannya untuk memberikan hasilnya secara gratis yang telah diperoleh dari studi sampel virus flu burung “H5N1” yang samplenya diambil di Indonesia.

Setelah ditutup, fasilitas NAMRU-2 kemudian dipindahkan ke Hawaii. AS disinyalir memiliki 400 laboratorium serupa di seluruh dunia yang dibiayai oleh Washington.

Yang menjadi pertanyaan besar adalah terkait kasus-kasus wabah infeksi berbahaya yang terdeteksi di Afrika dan Asia Selatan selama ini, boleh jadi merupakan akibat dari penelitian fasilitas militer AS tersebut, terutama terkait masalah keamanan. Seperti halnya dilaporkan bahwa baru-baru ini, ahli mikrobiologi Amerika menemukan sebuah kotak kardus berisi sampel cacar yang telah terlupakan di ruang penyimpanan NIH di tahun 1950-an.

Kasus lain misalnya terkait skandal pengiriman sampel beberapa spora antraks aktif ke Departemen Pertanian AS yang kemudian ternyata telah terkontaminasi secara tidak sengaja dengan H5N1, yang merupakan sampel virus flu burung. Skandal spora antraks ini kemudian menimpa setidaknya 20 negara bagian, serta sebuah pangkalan militer di Korea Selatan, yang mengakibatkan 22 personil memerlukan perawatan medis serius.

Baca Juga:  LSN Effect di Pemilu 2024, Prabowo-Gibran dan Gerindra Jadi Jawara di Jawa Timur

Bukan rahasia lagi bahwa virus flu burung yang dimodifikasi secara genetis yang dapat ditransmisikan antar manusia diciptakan di sebuah pusat medis di Belanda, dengan bantuan Institut Kesehatan Nasional AS. Akibatnya, Uni Eropa harus mengeluarkan jutaan euro untuk melindungi warganya, dan vaksin tersebut dibeli dari perusahaan farmasi Amerika

Demikian pula baru-baru ini ketika terjadi peningkatan wabah penyakit berbahaya di Ukraina. Tidak ada media Eropa yang memberitakannya, kecuali perwakilan UNICEF di Ukraina, Giovanna Barberis, serta beberapa stasiun TV Ukraina yang menyiarkannya. Padahal wabah tersebut telah mencapai tingkat bencana.

Di kota Izmail, wilayah Odessa pada musim panas 2016, sebuah wabah infeksi usus misterius telah menimpa anak-anak di kota itu. Lebih dari 400 anak dirawat di rumah sakit dalam waktu 24 jam. Penyebab wabah tersebut belum teridentifikasi. Pada tahun yang sama, Ukraina kembali “diserang” oleh wabah flu babi yang aneh, yang menyebabkan SARS – sehingga Uni Eropa menerapkan larangan impor ayam selama enam bulan dari Ukraina.

Sebelum itu juga telah terjadi serangan infeksi flu burung di wilayah Kherson. Pada tahun ini berlanjut dengan epidemi botulisme yang tak dapat dijelaskan – akibat dari memakan ikan yang terkontaminasi, yang menyebabkan kejang otot dan mati lemas. Lembaga medis tidak memiliki antitoksin yang tersedia, sehingga puluhan warga Ukraina meninggal dalam penderitaan yang sangat menyiksa.

Sepertinya tidak ada seorangpun di Ukraina atau Eropa yang menyelidiki sumber infeksi ini. Dalam sebuah investigasi untuk mencari tahu mengapa hal ini terjadi, ternyata pada bulan Agustus tahun 2005, Kementerian Kesehatan Ukraina dan Departemen Pertahanan AS telah menandatangani sebuah “Kesepakatan mengenai Kerjasama di Area Pencegahan Perkembangan Teknologi, Patogen dan Keahlian yang Bisa Digunakan dalam Pengembangan Senjata Biologis.”

Begitu kesepakatan tersebut dilakukan, sebuah institusi yang dikenal sebagai Laboratorium Referensi Pusat (CRL) dibuka di Odessa, berbasis di Institut Penelitian Anti-Plasma Mechnikov dan mengkhususkan diri dalam studi patogen manusia. Menurut catatan, Departemen Pertahanan AS telah menginvestasikan sekitar US$ 3,5 juta ke dalam proyek tersebut, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh subkontraktornya yang lama, Black & Veatch Special Projects Corp., di samping laboratorium diagnostik di Dnipropetrovsk, Lviv, Luhansk, dan Merefa, dekat Kharkov. Menarik untuk dicermati bahwa keamanan telah digenjot di laboratorium di Merefa, yang sekarang menjadi fasilitas Tingkat Keamanan Hayati 3, di mana mereka diberi wewenang untuk bekerja pada strain virus manusia mematikan dan bakteri yang sesuai untuk digunakan sebagai senjata biologis.

Baca Juga:  Dukung Di Munas Golkar 2024, Satkar Ulama Jawa Timur Beber Dukungan Untuk Airlangga

Tidak satu pun dari CRL berada di bawah kendali yurisdiksi negara tempat mereka berada, dan pekerjaan mereka sangat tertutup bagi orang luar. Personilnya terutama warga negara AS yang memiliki kekebalan diplomatik. Dengan kata lain, tidak ada perwakilan dari negara tuan rumah yang diizinkan mengakses laboratorium ini, termasuk otoritas kesehatan masyarakat sekalipun. Jumlah karyawannya antara 50 sampai 250 orang – melebihi jumlah staf yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan semacam ini di fasilitas sipil. Laboratorium tersebut biasanya dipimpin oleh seorang perwira tinggi Angkatan Darat AS yang ahli dalam senjata biologis dan terorisme biologis.

Laboratorium serupa juga dibuka di Kiev, Kherson, Vinnytsia, Ternopil, dan Uzhhorod sebelum tahun 2014. Sebanyak US$ 183 juta telah diinvestasikan dalam proyek-proyek ini. Sejak kudeta tahun 2014, kejadian di Ukraina terkait dengan isu-isu ini telah ditahan dengan ketat dari pers, bahkan wartawan dan pers “independen” Ukraina tidak diizinkan untuk membuat penyelidikan.

Banyak ahli merasa bahwa proyek “biosecurity” Amerika paling yang bertanggung jawab terhadap jaringan bio-laboratorium di Ukraina, dan ini hanyalah cara untuk melakukan manuver menghindari Konvensi Senjata Biologis 1972. Laboratorium biologis militer ini, konon dimaksudkan untuk “mengurangi ancaman biologis” dalam keadaan tertentu, sebenarnya adalah jaringan di bawah kendali Pentagon yang mempelajari dampak virus dan bakteri pada kolam gen tertentu, baik itu manusia, hewan maupun tanaman.

Baca Juga:  Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi UMKM, Pemkab Sumenep Gelar Bazar Takjil Ramadan 2024

Atas sebuah permintaan yang dibuat oleh Komando Pendidikan dan Pelatihan Angkatan Udara AS untuk sampel DNA dan cairan sinovial dari ekstraksi Rusia dari Eropa telah semakin menggelitik rasa ingin tahu tentang laboratorium biologis militer Amerika dan potensi perang biologis yang dilancarkan terhadap anggota korps diplomatik di Slavia.

Permintaan ini telah memicu badai pertanyaan, namun Komando menolak memberikan jawaban apapun. Para ahli dalam senjata biologis mengklaim bahwa jenis sampel spesifik ini diperlukan sebagai senjata biologis yang dirancang untuk menghancurkan populasi tertentu – dalam hal ini mungkin orang-orang Kaukasia Rusia.

Mengingat faktor risiko saat ini di Ukraina, di mana konflik bersenjata sedang berkecamuk, termasuk peningkatan tindak kejahatan yang signifikan di tengah situasi politik yang labil – tidaklah sulit untuk membayangkan sebuah ancaman dari negara Ukraina yang sedang bermasalah.

Jurnalis Jeffrey Silverman mengungkapkan bahwa tujuan sebenarnya dari CRL ini adalah untuk mempelajari senjata biologis di lokasi yang jauh dari AS. Terutama untuk menghindari Konvensi Jenwa 1972 tentang senjata bakteriologis dan toksik, termasuk protokol tambahan yang disusun pada tahun 1990-an, di mana AS menolak untuk meratifikasinya pada tahun 2001.

Uji biologis di lapangan, membuat mereka lebih jahat, termasuk melacak bagaimana penyebarannya, serta menyesuaikan dengan atribut mereka. Selain itu, juga untuk memperluas basis pengetahuan serta pengembangan teknologi senjata biologis yang pada gilirannya akan meningkatkan kemampuan industri farmasi untuk mengembangkan obat-obatan dan vaksin melawan berbagai patogen. Hal lain yang lebih strategis adalah untuk menjalankan operasi sabotase guna merusak ekonomi negara-negara di sekitar lokasi laboratorium ini. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 42