Hukum

Beda Pendapat PBNU dan PP Muhammadiyah Soal Rencana Menkopolhukam Jerat Pelaku Hoaks dengan UU Terorisme

Penyebaran hoaks di media sosial. (Foto: Ilustrasi/NUSANTARANEWS.CO/Istimewa)
Penyebaran hoaks di media sosial. (Foto: Ilustrasi/NUSANTARANEWS.CO/Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, JakartaPBNU dan PP Muhammadiyah berbeda pendapat terkait rencana Menkopolhukam menjerat pelaku hoaks dengan UU Terorisme. PBNU tampaknya menyambut positif rencana tersebut. Sebaliknya, Muhammadiyah cenderung menolaknya.

UU ITE tampaknya tak cukup bagi pemerintah untuk memberantas fake news di media sosial. Wiranto, Menkopolhukam berencana menggunakan UU Terorisme.

Wakil Ketum PBNU, Maksum Machfoed menilai bagus langkah Wiranto itu. Hoaks, kata dia, adalah aksi yang dilakukan dengan tujuan membuat hidup tidak tenang dengan sumber yang tak dapat dipercaya.

Baca juga: PBNU Sambut Baik Rencana Menkopolhukam Jerat Pelaku Hoaks dengan UU Terorisme

“Ya bagus sekali. Jadi gini, teroris itu bisa macam-macam, hoaks itu bisa berwajah teroris, kalau itu (UU Terorisme untuk menindak pelaku hoaks) kenapa tidak? Intinya teror toh? Teror itu bisa lewat mulut, bisa lewat tindakan fisik, bisa lewat sms, bisa lewat hoaks. Intinya teror. Jadi intinya, substansinya teror, bukan fisikal teror. Memang, teror pakai granat? No. Memang, teror pake senjata tajam? No. Teror pakai mulut juga bisa,” ujar Kiai Maksum kepada wartawan di PBNU, Jakarta, Kamis (21/3).

Baca Juga:  Tentang Kerancuan Produk Hukum Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden

Namun begitu, Kiai Maksum mengingatkan indikator untuk pemberlakuan UU Terorisme untuk menjerat pelaku hoaks harus diperhatikan dengan cermat.

Sementara itu, Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Meneger Nasution berpendapat, rencana Wiranto berbahaya. Menurutnya, rencana Wiranto akan menimbulkan persoalan baru dalam pelaksanaan UU Terorisme.

“Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Muhammadiyah khawatir jika ini diterapkan akan menimbulkan persoalan baru dalam pelaksanaan UU Terorisme,” kata dia dalam keterangan pers, Kamis (21/3).

Baca juga: Jerat Pelaku Hoaks dengan UU Terorisme, Muhammadiyah Nilai Menkopolhukam Berlebihan

Meneger menegaskan, ada perbedaan filosofis yang sangat mendasar antara UU Terorisme dengan UU ITE. Dia mengungkapkan, ada beberapa ketentuan dalam UU Terorisme belum terdapat peraturan pelaksanaannya seperti lembaga pengawasan terhadap penerapan UU Terorisme.

Sementara itu, lanjutnya, dalam penerapan UU ITE untuk kasus hoaks masih ada banyak catatan yang harus dikritisi dan diperhatikan secara cermat oleh pemerintah.

Prinsip imparsialitas dalam penanganan kasus hoaks, kata dia, diduga tidak terpenuhi sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan di dalam masyarakat.

Baca Juga:  Alumni Lemhannas RI Minta Kejari Inhil, Inspektorat, dan Tipikor Periksa Kominfo

“Ini sungguh mengkhatirkan dan menebar syiar ketakutan publik. Maka sangat membahayakan jika kasus hoaks ditangani dengan UU Terorisme. Kami, juga dunia kemanusiaan, tidak menginginkan adanya Siyono-Siyono baru dalam kasus hoaks jika UU terorisme tersebut diterapkan,” jelas Meneger.

Dia menambahkan, Muhammadiyah sudah sejak lama memberikan perhatian serius soal terorisme di Indonesia. agi Muhammadiyah, semua tindakan terorisme oleh siapapun dan oleh siapapun itu adalah musuh agama dan kemanusiaan.

Pemerintah dan Kepolisian, kata dia, sebaiknya terlebih dahulu benahi beberapa regulasi pelaksanaan yang menjadi mandat UU Terorisme dan tata kelola penanganan kasus terorisme, sebelum hasrat penerapan UU Terorisme untuk kasus lain (pelaku hoaks).

“Penanganannya harus sesuai hukum, profesional, independen dan mengedepankan prinsip-prinsip HAM,” paparnya.

(eda/as)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,070