Politik

Bara, Strategi PKI Gebuk Rival-Rival Politik

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Tak banyak yang tahu, jika di balik kesuksesan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam mendulang suara pada pemilu 1955 tak lepas dari peran besar Barisan Rakyat (Bara). Sebuah ormas sayap PKI yang diproyeksikan sebagai angkatan ke-5 untuk menggeser peran TNI-Polri sebagai angkatan ke-4 pada masanya. Dalam perkembangannya, para anggota Bara yang terdiri dari para buruh dan petani ini dibekali pendidikan wajib militer sekaligus dipersenjatai.

Ormas yang dipimpin Muhammad Hatta (MH) Lukman ini digunakan untuk mengorganisir kaum petani dan buruh. Hal menarik lainnya, Bara difungsikan PKI sebagai alat propaganda politik dalam menggaet suara di akar rumput. Melalui strategi propaganda politik, PKI berhasil menjadi pemenang pemilu 1955 di Yogyakarta dan finis empat besar nasional. Sekaligus alat untuk menggebuk rival-rival partai politik terberatnya seperti PNI, Masjumi dan Nahdlatul Ulama (NU).

Keberadaan ormas Bara yang berada di bawah kendali PKI sukses menggiring opini publik dan melakukan agitasi politik di tingkatan masyarakat. Mengejutkan, hanya butuh setahun, anak-anak muda yakni Lukman, D.N. Aidit dan Njoto berhasil melambungkan kembali nama PKI.

Baca Juga:  KPU Nunukan Gelar Pleno Rekapitulasi Perhitungan Perolehan Suara Pemilu 2024

Mereka mengambil alih partai itu dari sisa-sisa komunis tua pada 1954. Aidit menggantikan Alimin, sementara Lukman menggantikan Tan Ling Djie. Hasilnya, PKI berhasil masuk empat besar dalam pemilu 1955 pasca kegagalan PKI dalam kudeta Madiun 1948.

Sebagaimana diketahui, kudeta PKI di Madiun pada 19 September 1948, berimbas buruk terhadap citra partai tersebut. Banyak masyarakat, terlebih kyai, santri dan pejabat perwira yang menjadi tumbal arogansi komunis menjauhi PKI. Namun pemerintah Soekarno kala itu sedikit lamban dalam memproses kasus pemberontakan Madiun. Sebulan pasca peristiwa kudeta Madiun, pemerintah baru menangkap beberapa pimpinan PKI yang terlibat di balik peristiwa Madiun, termasuk Muso sebagai dalang pemberontakan yang ditembak mati.

Berita Terkait: Hapus Trauma Politik, Bara Sukses Dongkrak Suara PKI

Selain itu, Agresi Militer Belanda II juga turut menyibukkan pemerintah kala itu. Sehingga upaya rekonsiliasi PKI pasca pemberontakan tidak dapat diselesaikan secara tuntas oleh pemerintah. Akhirnya penegakan hukum terhadap PKI sebagai partai tidak dilakukan. Pemerintah hanya menangkap mereka yang terlibat makar.

Baca Juga:  Dukung Duet Gus Fawait-Anang Hermansyah, Partai Gelora Gelar Deklarasi

Tahun 1950 pemerintah akhirnya mengelurkan keputusan dengan tidak melarang segala aktivitas PKI. Bersamaan itu pula, pada 4 Februari 1950, Alimin mengaktifkan kembali PKI. Situasi ini membuat PKI kembali bangkit dan melakukan konsolidasi partai termasuk membentuk Barisan Rakyat (Bara) di tahun 1952.

Anak-anak muda partai komunis yang dinahkodai Aidit, Lukman dan Njoto melakukan konsolidasi partai dengan lebih soft dan kekinian. Memanfaatkan pengampunan pemerintah, Lukman melalui propaganda Bara mencitrakan diri bahwa partai komunis tidak bersalah. Sehingga stempel yang menyebut PKI sebagai partai perusuh dan pembuat onar hilang.

Peran Bara tak lain untuk menyakinkan petani dan buruh, bahwa PKI adalah partai yang pro rakyat kecil. Melalui Bara pula, PKI menghembuskan isu ke masyarakat bahwa PKI tidak bersalah dalam kudeta Madiun. Mereka terus membangun opini publik dan melakukan propaganda politik, bahwa kyai-kyai kampung yang memiliki tanah adalah musuh bersama. Situasi ini berdampak pada suara partai Nahdlatul Ulama di tingkat nasional. Bersamaan dengan itu, D.N. Aidit terus gencar menjanjikan hadiah tanah kepada setiap rakyat jika PKI berhasil menjadi partai penguasa.

Baca Juga:  Mengawal Pembangunan: Musrenbangcam 2024 Kecamatan Pragaan dengan Tagline 'Pragaan Gembira'

Telusuri:
PB HMI: Grand Design Neo-PKI Mulai Resahkan Publik
Siapa Bilang PKI Mati? Ini Buktinya
Pimpinan Muhammadiyah Jateng Ingatkan Kebangkitan Neo-PKI Melalui LGBT

Pewarta/Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 30