Sport

Bagaimana Tunggal Putra Indonesia Meraih Emas Olimpiade 2020?

Bagaimana Tunggal Putra Indonesia Meraih Emas Olimpiade 2020
Bagaimana Tunggal Putra Indonesia Meraih Emas Olimpiade 2020. Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting.

NUSANTARANEWS.CO – Bagaimana tunggal putra Indonesia meraih emas Olimpiade 2020. Dominasi tunggal putra andalan Jepang Kento Momota tampaknya telah membuat risau pebulutangkis tunggal putra dunia. Betapa tidak bila 11 gelar telah direngkuh di tahun 2019, termasuk menjadi Juara Dunia 2019. Momota telah membuktikan dominasinya secara head to head dengan seluruh tunggal putra elit dunia. Permainan safe dan stroke tangan kidalnya yang tertata dengan baik membuat arah serangan bola-bola tajamnya susah ditebak sehingga kerap membuat lawannya frustasi ketika berhadapan dengannya.

Banyak pengamat bulutangkis meramalkan Momota akan meraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020 dengan mudah mengingat raihan gelar dan konsistensinya selama musim 2019.

Tunggal putra Indonesia harus mampu menikung Momota bila ingin meraih medali emas di bulan Juli nanti. Dua tunggal putra Indonesia yang berada di peringkat 10 besar: Jonatan Christie dan Anthony Ginting diharapkan mampu menaklukan Momota di negeri asalnya nanti.

Jonatan saat ini berada di peringkat ke-7 dunia memiliki ambisi besar untuk melengkapi gelar Major Events medali emas Sea Games 2017 dan Asian Games 2018 yang sudah dimilikinya dengan medali emas Olimpiade Tokyo 2020. Hal tersebut tentu tidak mudah karena Jonathan harus berhadapan dengan Momota yang masih unggul head to head 4-1 dengannya.

Jonatan memang berhasil mengalahkan Momota di Malaysia Open 2019, namun dalam pertemuan-pertemuan berikutnya selalu takluk di tangan Momota. Kelemahan Jonathan ketika berhadapan dengan Momota dalam permainan reli kemungkinan adalah sering telat membaca arah pukulan bola pengembalian Momota yang terkadang memang sukar ditebak.

Untuk menghadapi Momota, Jonatan tampaknya harus mampu menjaga ritme permainan cepat, bahkan mempercepat tempo yang dikombinasikan dengan permainan net tipis untuk menekan Momota agar pengembalian bolanya tanggung sehingga enak untuk disambar.

Jadi Jonatan harus mampu membuat variasi serangan yang menyulitkan pemain kidal. Jangan monoton. Sebisa mungkin lakukan serangan ke arah sisi forehand, karena Momota memiliki defend backhand yang baik. Yang paling penting mungkin adalah kesiapan mental Jonatan untuk capek mengembalikan penempatan bola-bola Momota yang sering tak terduga.

Selanjutnya andalan Indonesia yang kedua adalah Anthony Ginting. Juara Indonesia Masters Super 500 2020 ini sebetulnya adalah lawan yang cukup berat bagi Momota. Rekor pertemuan keduanya adalah 11-4 untuk keunggulan Momota. Publik menjuluki pertemuan mereka dengan sebutan “MomoGi”.

Tidak dipungkiri bahwa setiap MomoGi bertarung selalu muncul pukulan-pukulan indah yang mengundang decak kagum penonton. Ginting sebenarnya sudah menerapkan pola permainan yang tepat dengan selalu mengajak Momota bermain netting, dan banyak mengarahkan variasi serangan ke segala arah yang membuat Momota banyak bergerak untuk mengembalikan shuttle cock.

Hal yang perlu diwaspadai Ginting adalah endurance atau ketahanan tubuh ketika berhadapan dengan Momota yang staminanya memang lebih unggul. Pada pertemuan terakhir di Final World Tour Final 2019, Ginting sebenarnya sudah mendapat angin segar di game ketiga untuk mengungguli Momota, namun sayang Ginting akhirnya harus takluk karena kekurangan stamina.

Di final Indonesia Masters 2020, daya tahan stamina Ginting mulai meningkat pesat dengan memenangkan rubber game atas Anders Antonsen dalam waktu 71 menit. Hal ini sungguh menggembirakan.

Tinggal bagaimana Ginting mampu mengatasi Momota dari segi teknik dan strategi bermain, termasuk kekuatan mental. Momota adalah tipikal pemain yang terus bertarung dalam mengejar ketertinggalan angka. Seperti halnya Jonatan, Ginting juga harus siap capek ketika berhadapan dengan Momota.

Kita berharap Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting bisa meraih kesuksesan seperti apa yang diraih oleh Alan Budi Kusuma dan Ardy B. Wiranata ketika menciptakan All Indonesian Final di Olimpiade 1992. Semangat Jo dan Ginting! (ed/Banyu)

Penulis: Pang Jannis

Related Posts

1 of 3,049