NUSANTARANEWS.CO – Setelah hampir tiga tahun terkatung-katung akhirnya pemerintah Perancis dan Australia pada hari senin (11/2) menandatangani kontrak pembuatan 12 kapal selam Shortfin Barracuda Class senilai 50 miliar dolar Australia atau setara Rp 500 triliun dengan perusahaan Prancis, Naval Group. Kontrak ini sekaligus menandai kemitraan strategis jangka panjang untuk 50 tahun ke depan terkait “Program Kapal Selam Masa Depan” Australia.
Shortfin Barracuda Class Block 1A, dirancang khusus oleh DCNS untuk Royal Australian Navy (RAN) sebagai kapal selam dengan teknologi paling mutakhir di abad 21. Terutama dengan teknologi pump jet propulsion yang memungkinkan kapal selam dapat bergerak lebih tenang dibanding kapal selam dengan teknologi baling-baling yang sudah usang – sehingga memiliki keuntungan taktis dalam pertempuran. Demikian pula dengan teknologi sonar suite yang disediakan oleh Thales yang menjadi perangkat terbaik yang pernah ada untuk kapal selam sekelas Barracuda ini.
Boleh dikatakan Shortfin Barracuda Class adalah kapal selam yang luar biasa di kelasnya dengan teknologi yang dimilikinya. Kapal selam serang dengan panjang 97 meter ini mampu berada di laut selama tiga bulan, dan menyelam hingga kedalaman 300 meter. Adapun sistem tempur kapal selam akan dipasok oleh anak perusahaan Australia dari kelompok AS Lockheed-Martin seperti rudal balistik, torpedo, rudal anti-pesawat serta drone.
Program pengadaan kapal selam mutakhir tersebut memang merupakan bagian dari rencana Australia untuk terus meningkatkan kekuatannya di kawasan Asia-Pasifik, di mana kepentingan strategis Cina, AS, dan negara-negara lain bertabrakan.
Seperti diketahui, Naval Group memenangkan kontrak pada tahun 2016, mengalahkan proposal Mitsubishi dan Kawasaki Jepang, serta ThyssenKrupp Jerman – untuk membangun 12 kapal selam baru yang lebih modern guna menggantikan enam kapal selam kelas Collins yang sudah tua buatan Swedia yang mulai memasuki dinas aktif Angkatan Laut Australia antara tahun 1996 dan 2003.
Menurut rencana kloter pertama kapal selam tersebut dijadwalkan rampung pada awal tahun 2030, sementara sisanya sekitar medio 2050-an. Perjanjian kemitraan strategis jangka panjang ini juga telah menciptakan ribuan pekerjaan langsung dan tidak langsung, baik untuk konstruksi maupun pemeliharaan kapal.
Presiden Macron sendiri megatakan bahwa, “Prioritas kita bersama adalah membangun poros Indo-Pasifik yang kuat untuk menjamin kepentingan ekonomi dan keamanan kita, sekaligus menjadi kunci keseimbangan global, perdamaian dan stabilitas kawasan,” ujarnya ketika berkunjung ke Australia.
Selain kapal selam, Australia juga berencana untuk memodernisasi armada kapal perangnya dengan pengadaan fregat baru (program SEA 5000) untuk menggantikan kapal-kapal kelas Anzac dan tiga kapal perusak Hobart (program SEA 4000).
Baca juga: Masa Depan Australia Sebagai Penjaga Gerbang Indo-Pasifik
Sejalan dengan dengan semakin kuatnya hubungan Washington-Canberra di abad 21, Australia tampaknya memang akan menjadi garda terdepan penyeimbang kekuatan militer Cina di kawasan, menantang dominasi Beijing atas Laut Cina Selatan, wilayah strategis yang kaya sumber daya hidrokarbon sekaligus jalur strategis perdagangan maritim dunia.
Penguatan signifikan kemampuan militer Australia secara langsung telah mengundang reaksi ngatif pemerintah Cina. Dalam harian Global Times, yang dekat dengan Partai Komunis Cina, Beijing mengkritik pengadaan kapal selam Prancis oleh Australia, dalam tajuknya menulis bahwa, “Canberra perlu tahu bahwa program kapal selamnya … jika menjadi tekanan militer terhadap Cina, akan memaksa pengembangan kemampuan serangan balik yang lebih kuat, yang pada akhirnya akan bertentangan dengan kepentingan nasional Australia.” Surat kabar itu juga menambahkan bahwa Beijing adalah mitra dagang terbesar Canberra. (Agus Setiawan)