NUSANTARANEWS.CO, Nunukan – Sering kosongnya blangko e-KTP (Kartu Tanda Penduduk) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Nunukan menjadi sorotan berbagai pihak. Pasalnya, hal itu akan berdampak pada terkendalanya masyarakat dalam mendapatkan legalitas kewarganegaraanya.
“Padahal legalisasi dari sebuah identitas itu adalah kewajiban pemerintah sebagai penyelengara negara atas hak setiap warganya,” tutur Sekretaris Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat) Nunukan, Taufik Johan, Kamis (7/11/2019).
Taufik mengingatkan bahwa angka rupiah yang dianggarkan oleh pemerintah untuk pembuatan e-KTP bukanlah sedikit. Maka bukanlah mimpi jika pembuatan e-KTP untuk warga dengan kondisi wilayah tertentu seperti Nunukan juga menjadi prioritas.
Kondisi masyarakat Kabupaten Nunukan yang mendiami wilayah pedalaman contohnya, menurut Taufik , bukanlah pemukiman yang mudah dijangkau. Belum adanya akses transportasi darat menjadikan akomodasi yang tinggi apabila warganya hendak melakukan perjalanan ke wilayah lain terutama ke Kota Nunukan.
“Kami sudah sering katakan bahwa Nunukan jangan disamakan dengan di daerah lain terutama di Jawa,” tegasnya.
Taufik mencontohkan, karena tak adanya akses jalan darat, warga yang tinggal di Lumbis Ogong apabila akan ke kota Nunukan, selain harus mempersiapkan fisik yang prima, juga harus menyediakan ongkos yang tak sedikit.
Lebih jelas Taufik merincikan bahwa dari Desa Labang yang merupakan salah satu desa di Lumbis Ogong ke kota paling dekat yakni Mensalong, warga harus menyewa perahu dan beli bahan bakarnya sekitar Rp 5-7 juta. Dari Mensalong masyarakat harus membayar sewa mobil ke Sebuku sekitar Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu. Selanjutnya dari Sebuku warga harus menyambung perjalanan menggunakan perahu cepat dengan ongkos sewa Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu.
“Setelah mengeluarkan ongkos yang tak sedkkit tersebut, lantas ketika sampai Kantor Capil mendapat jawaban tidak bisa membiat e-KTP karena blangkonya habiis, perasaan mereka bagaimana?,” ucap Taufik.
Menurut Taufik, hal itu baru 1 dari sekian wilayah pemukiman warga pedalaman di Nunukan. Warga Krayan, ungkap Taufik, juga selama ini hanya mengandalkan peawat sebagai alat transportasi karena belum terhubungnya akses jalan darat.
Selain itu, pendekatan dan mempermudah pelayanan publik merupakan janji kampanye dari Jokowi-Kiai Maruf semasa kampanye Pilpres 2019 lalu. Sedangkan Almisbat di Nunukan adalah kelompok Relawan yang paling getol mengkampanyekan program-program tersebut. Sehingga menurut Taufik, akan menjadi beban moral apabila pihaknya diam dan tak memperjuangkan aspirasi dan keluhan masyarakat perbatasan akibat timpangnya pembangunan akibat kebijakan pemerintah.
“Kami sebagai mata dan telinga Jokowi di daerah, secepatnya akan menyampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui BPN Almisbat terkait masalah ini,” pungkas Taufik. (edy/san)
Editor: Eriec Dieda