NUSANTARANEWS.CO – Maksimus Ramses Lalungkoe dan Syaefurrahman Al-Banjary meski awalnya ketakutan, akhirnya buku yang berjudul “Ahok Sang Pemimpin Bajingan” terbit dan diluncurkan, di Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta PUsat, Sabtu (14/5/2016).
Syaefurrahman mengatakan sebelum menerbitkan buku dengan judul yang cukup kontroversial tersebut, menemui Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama terlebih dahulu. Ia mengakatan, Gubernur Ahok tidak keberatan dengan terbitnya buku itu, Ahok hanya terkejut membaca judul bukunya.
“Dia tidak keberatan, waktu ngobrol dia bilang ‘Wah, saya bajingan ya?’ Udah tersenyum saja,” cerita Syaefurrahman di lokasi acara peluncuran.
Syaifurrahman menjadi lebih yakin Ahok mengizinkan bukunya terbit, lantaran Gubernur yang terkenal dengan ceplas-ceplosnya itu mau menandatangani beberapa buku yang disodorkan ke Ahok. Syaefurrahman pun menilai, dirinya aman dari tuntutan atas pencamaran nama baik dari Ahok setelah buku itu terbit dan beredar ke masyarakat pembaca.
“Beliau tandatangan, ya sudah, artinya kami lepas dari tuntutan hukum. Ini kan menyangkut karakter orang, makanya kami lakukan audiensi,” katanya cukup yakin.
Maksimus sendiri menjelaskan hal-ihwal dan alasan ditulisnya buku dengan cover spiderman bermuka Ahok itu.
“Bajingan yang kita maksud bukan yang sebenarnya. Itu menunjukkan sosok pemimpin yang berbeda dilakukan pemimpin yang lain,” ungkapnya.
Sebagian besar isi buku tersebut membahas gaya komonikasi dan kepemimpinan Ahok dalam memimpin DKI Jakarta. Ahok dinilai sebagai pemimpin yang berani untuk mempertanggungjawabkan seluruh keputusan yang dia ambil.
Maksimum pun menyebut buku tersebut memuat isi dari perspektif komunikasi. “Buku ini adalah jembatan antara masyarakat dan pemimpinnya. Dan kami melihat dari sisi komunikasi,” ujarnya.
Lebih jauh Maksimus menerangkan bahwa Ahok merupakan tokoh masa depan Indonesia dan yang terakhir mengenai pendapat masyarakat atau vox populi untuk Ahok.
“Indonesia negara terkorup di dunia, hampir berbagi level begitu pejabat negara yang memiliki komunikasi politik yang baik dan beretika santun mereka ada di balik jeruji besi. Di Jakarta harus dipimpin nyali tinggi,” Maksimus menegaskan.
Sebagai informasi, Maksimus menceritakan awal munculnya ide kata ‘bajingan’ itu terjadi 24 Oktober 2015 pukul 1.00 WIB pagi. Kata itu dipilih karena Indonesia menurutnya membutuhkan pemimpin yang tegas dan berani seperti Ahok. (Sel)