NUSANTARANEWS.CO – Pada bulan Juli diskursus radikalisme dan terorisme kembali merebak di Indonesia. Khususnya ketika gembong kolompok sipil bersenjata Santoso alias Abu Wardah tewas tertembak dalam Operasi Tinombala. Santoso tewas bersama satu anggota Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Kemudian disusul dengan penyergapan atas Jumiatin alias Umi Delimah istri muda alm. Santoso oleh Tim Alfa 17 Yonif 303 Kostrad dalam operasi yang sama.
Radikalisme dan terorisme pun menjadi perbincangan para tokoh, pengamat, dan para pejabat di tanah air yang kemudian berujung dengan perdebatan RUU Terorisme. Kini Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) kembali berbicara masalah radikalisme dan terorisme dalam acara International Meeting on Counter Terrorism (IMCT) and 2nd Counter Terrorism Financing Summit di Nusa Dua, Bali, Rabu (10/8).
Menurut JK Radikalisme lahir bukan karena faktor agama sebagaimana yang banyak orang pikirkan. Aksi-aksi berbau teror terjadi tidak lain karena faktor adanya ketimpangan atau ketidakadilan dan kemiskinan. Secara historis, kata JK, radikalisme nyaris senantiasa menjelma terorisme, bahkan selalu bergandengan.
Gerakan radikalisme dan terorisme yang dicontohkan JK adalah berawalnya aksi-aksi teror yang dilakukan oleh Al-Qaeda. Kemudian disusul dengan hadirnya ISIS. “Al-Qaeda datang dari Afghanistan, ISIS datang dari Syria (dan Iraq, red). Kesamaannya apa? Ketiganya adalah negara yang gagal,” papar JK.
JK pun menjelaskan bahwa aksi teror di ketiga negara itu selain karena masalah internal, juga dipicu invasi oleh negara-negara besar. Invasi ini memberikan dampak fatal terhadap warga negara, yakni hilangnya harapan dan gelapnya masa depan mereka. Selanjutnya mereka tidak tahu makna hidup itu apa yang puncaknya adalah kemarahan yang dituntaskan dengan aksi-aksi teror sebagai bentuk pembalasan.
“Itulah pemicu radikalisme, bukan agama. Agama memang menyatukan mereka, tapi bukan itu yang membuat mereka marah,” tegas JK.
Aksi teror di sejumlah negara Eropa misal di Belgia dan Prancis menurut JK merupakan contoh aksi balas dendam yang dilakukan kelompok radikal. Kejadian itu sambungnya, harus menjadi evaluasi negara-negara dalam upaya menanggulangi terorisme dan menyelesaikan inti persoalan munculnya terorisme.
“Lihat root of the problemnya, bukan hanya bagaimana, tapi kenapa? Kalau kita lihat dan menyadarinya intinya kemarahan, maka akan jelas. Maka kita harus bersatu mengatasi asal-usul,” imbuhnya.
Guna mengentaskan kolompok radikalisme dan terorisme, JK menyerukan supaya semua piha bersatu untuk menegakkan demokrasi yang betul dan bermanfaat. Selain itu, JK juga menyampaikan pentingnya mengatasi kemiskinan demi menangkal lahirnya kolompok-kolompok radikal dan aksi-aksi teror. (Sule/Red-02)