PolitikResensiRubrika

Studi Terorisme Lahirkan 5 Asumsi Akar Penyebab Serangan Teroris

Serangan 11 September 2001 terhadap Menara Kembar World Trade Center di New York City oleh teroris
Studi terorisme lahirkan 5 asumsi akar penyebab serangan teroris. Serangan 11 September 2001 terhadap Menara Kembar World Trade Center di New York City oleh teroris. (Foto: NYT)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Studi terorisme lahirkan 5 asumsi akar penyebab serangan teroris. Memasuki dekade kedua milenium ketiga, serangan teroris tampaknya makin mematikan dan semakin banyak menelan korban. Data di awal tahun 1990-an cukup tinggi dengan 8.000 sampai 10.000 orang dibunuh. Kemudian turun pada 1995, dan naik lagi ke angka yang cukup tinggi pada tahun 1997.

Pada peristiwa serangan 9/11 dilaporkan menelan 3.000 korban jiwa. Jika kita masukkan juga korban tewas di Prancis dan Peshawar, jumlahnya tetap masih di bawah 5.000. Tetapi bila melihat statistik dari 2003 sampai 2007, tercatat lebih dari 12.000 korban jiwa.

Seorang peneliti terorisme, James Piazza menunjukkan data bahwa jumlah korban per serangan teroris internasional telah meningkat, datanya menunjukkan bahwa dalam periode tahun 1968, 1979, mereka rata-rata sedikit lebih dari dua korban per serangan. Dalam tahun 1980-an meningkat menjadi 4, dan pada tahun 1990 meningkat menjadi lebih dari 10 korban per serangan. Dan dalam lima tahun pertama milenium baru, tahun 2000 dan 2005, meningkat menjadi 11 korban per serangan.

Pasca serangan 9/11, di Amerika Serikat (AS) terjadi peningkatan signifikan untuk bidang studi terorisme. Pusat-pusat kajian utama dengan fokus terorisme, kontra-terorisme, radikalisasi, dan sebagainya mulai banyak diminati terutama di lembaga-lembaga akademis, termasuk think tank dan LSM. Salah satu yang paling ternama ialah Rand Corporation yang berpusat Washington DC.

Baca Juga:  Cawagub Jakarta Kun Wardana Temui Pengurus APTIKNAS

Amerika berhasil membuat terobosan menarik dalam bentuk pelatihan-pelatihan, terutama bagi mereka yang bekerja di bidang kontra terorisme. Bahkan Oklahoma, kini tumbuh menjadi salah satu pusat studi terorisme terkemuka di Amerika. Oklahoma mengambil inisiatif untuk melawan terorisme sejak mengalami serangan oleh Timothy McVeigh tahun 1995 yang meledakkan sebuah bangunan, dan menewaskan 150 orang. Akibatnya banyak orang sadar bahwa penting untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang terorisme.

Paralel dengan perkembangan pesat studi terorisme dan kontraterorisme, juga mulai banyak peneliti-peneliti perempuan yang ambil bagian. Misal Martha Crenshaw, yang kini menjadi salah satu peneliti terorisme yang paling terkenal. Dia dianggap sebagai ibu baptis dari penelitian teror dari perspektif sejarah. Dia menulis buku Terrorism Context, sebuah karya bagi mereka yang ingin belajar lebih banyak tentang sejarah asal-usul terorisme.

Nama lain, Mia Bloom yang menulis buku tentang mengapa wanita terlibat dalam terorisme. Atau Jessica Stern tentang terorisme bunuh diri. Lalu Anne Speckhard yang menulis tentang perempuan terlibat dalam perang di Chechnya.

Baca Juga:  Hari Kesehatan Mental Sedunia, Khofifah Ajak Masyarakat Peduli Terhadap Sesama

Dari sejumlah penelitian, riset dan studi terorisme, terutama pasca insiden serangan 9/11, beberapa sarjana terkemuka menunjukkan sikap yang kritis terhadap produk-produk dari studi tentang terorisme. Andrew Silke misalnya, pada tahun 2004 menulis sebuah buku yang sangat kritis tentang hasil studi terorisme segera setelah 9/11. Magnus Ranstrorp, yang berafiliasi dengan Swedia National Defense College, menyatakan perlu sebuah argumentasi yang kuat, kritis dan pendekatan analisis alternatif. Alex Schmid dengan Pusat Kajian Internasional untuk Kontra-Terorisme, di The Hague.

Banyak peneliti terorisme yang mulai melihat fenomena terorisme secara spesifik, misal pada modus operandinya. Dari penelitian ini muncul pandangan tentang minat terorisme terhadap penggunaan senjata pemusnah massal. Sehingga kemudian banyak buku, artikel, dan laporan dipublikasikan tentang hal itu. Jika itu benar, jelas ini merupakan perkembangan yang sangat mengkhawatirkan. Padahal bila mengacu kepada fakta-fakta yang ada, fenomena serangan teroris di kebanyakan negara bukanlah ancaman fisik yang besar. Jarang serangan teroris mencapai skala 9/11, atau Bombay.

Baca Juga:  Panen Bunga Sedap Malam di Pasuruan, Khofifah Sebut Petani Milenial Jatim Tertinggi di Indonesia

Perkembangan yang menarik lainnya adalah munculnya lone wolf terrorism, atau lone operator terrorism. Hal ini telah menarik perhatian banyak orang mengingat serangan yang mengerikan di Norwegia oleh Anders Breivik. Apa yang memotivasi orang-orang ini, mengapa mereka melakukannya, apa yang bisa kita lakukan terhadap hal itu.

Banyak orang yang telah mengetahui tentang terorisme setelah dijadikan kajian dan disiplin keilmuan. Dan dapur para akademisi telah menghasilkan asumsi yang sangat menarik tentang penyebab, mekanisme dan proses terkait terorisme dan kontra-terorisme. Ada lima asumsi yang menarik.

Adapun kelima asumsi tersebut di antaranya pertama, terorisme disebabkan oleh kemiskinan (terrorism is caused by poverty). Kedua, teroris adalah orang gila (terrorists are crazy). Ketiga, terorisme semakin mematikan (terrorism is increasingly lethal). Keempat, terorisme didominasi gerakan anti barat (terrorism is predominantly anti-western). Kelima, teroris sukses (terrorism is successful).(Agus Setiawan/bahan kuliah studi terorisme)

Related Posts

1 of 3,051