NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly dinilai main belakang dalam sengketa partai Hanura antara kubu Daryatno dan Oesman Sapta Odang (OSO). Hal ini terkait alasan Yasonna yang mendadak ingin mengajukan banding terhadap hasil putusan PTUN yang sebelumnya telah dimenangkan kubu Daryatno-Suding pada 26 Juni 2018 lalu.
Atas sikap politisnya tersebut, Yasonna dianggap plin plan (tidak memiliki pendirian) atas putusan hukum Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Perubahan sikap Yasonna disinyalir kuat setelah dirinya melakukan pertemuan dengan Sekjen Kubu OSO Herry Lontung Siregar saat berada dalam satu pesawat.
Pertemuan itu berlangsung pasca PTUN mengabulkan gugatan SK Menkum HAM No M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 tentang kepengurusan Partai Hanura masa bakti 2015-2020 yang diajukan kubu Daryatno-Suding menang di pengadilan.
Baca Juga:
PTUN Jakarta Resmi Kabulkan Gugatan Hanura Kubu Sudding
Sering Melakukan Kudeta, Akhirnya Oesman Sapta Odang Dikudeta dari Hanura
Pada tanggal 28 Juni 2018, kubu Daryatno pun menghadap ke Menkumham Yasonna untuk mendapatkan konfirmasi tentang keputusan PTUN. Namun, Yasonna mendadak ingin mengajukan banding. Dirinya berasalan karena mengaku tidak enak dengan kubu OSO.
“Saya akan mengajukan banding, sebab saya tidak enak dengan kubu sebelah. Disangka saya memihak kalian,” ungkap sumber terpercaya Nusantaranews.co, saat menirukan Yassona. “Saya akan meng-SK-kan tentang keputusan sela kubu anda,” sambungnya.
Inilah alasan kuat mengapa Yasonna dalam kasus sengketa Hanura ini dianggap telah main belakang. Sebab dalam konteks hukum, pengajuan banding hanya bisa dilakukan karena ada novum (bukti baru). Bukan atas dasar perasaan tidak enak. Sebab, keputusan PTUN adalah berdasarkan fakta persidangan bukan dari perasaan tidak enak.
Sebagai informasi, PTUN Jakarta resmi mengabulkan gugatan Partai Hanura kubu Daryatmo atas kepengurusan OSO. Hanura kubu Ambhara ini menggugat SK Menkum HAM No M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 tentang kepengurusan Partai Hanura masa bakti 2015-2020.
Adapun amar putusan dari PTUN Jakarta ini dijelaskan sebagai berikut; Mengadili: Dalam eksepsi menyatakan Penetapan Nomor : 24/G/2018/PTUN.JKT tanggal 19 Maret 2018 tetap sah dan berlaku sampai dengan putusan perkara ini berkekuatan hukum tetap atau sampai ada penetapan lain yang mencabutnya
Sementara dalam pokok perkara, pertama mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan batal surat keputusan Menkum HAM nomor M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 tanggal 17 Januari 2018 tentang restrukturisasi, reposisi, dan revitalisasi pengurus DPP Partai Hanura masa bakti 2015-2020.
Putusan tersebut ditetapkan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada hari Senin, 25 Juni 2018 oleh Wenceslaus S.H.,M.H., Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta selaku Hakim Ketua Majelis. Dan disampaikan dalam sidang terbuka pada Selasa, 26 Juni 2018.
Sebagai informasi, Partai Hanura mengalami perpecahan pasca dua kubu berbeda saling memecat satu sama lain. Kubu Oesman Sapta Odang (OSO), memecat Sekretaris Jenderal Sarifuddin Suding. Posisinya digantikan Herry Lontung Siregar.
Editor: Romandhon