NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Jauh sebelum banyak negara meyakini satelit akan menjadi aset strategis masa depan dunia, Indonesia sesungguhnya sudah menyadari akan hal itu. Ini dibuktikan dengan lahirnya visi Presiden Soeharto dengan membangun “Stasiun Bumi” di Jatiluhur Jawa Barat, pada tahun 1969. Dibangunnya Stasiun Bumi ini diproyeksikan Soeharto sebagai infrastruktur pendukung satelit milik Indonesia.
Dan benar, memasuki abad milenial saat ini, ruang angkasa bersama teknologi satelitnya menjelma sebagai tulang punggung bagi pertahanan negara-negara dunia. Satelit menjadi teknologi strategis karena memiliki fungsi ibarat indra manusia. Gagasan presiden RI ke-2 dalam memprakarsai lahirnya satelit PALAPA yang diprediksi akan menjadi aset strategis masa depan dunia terbukti hari ini. Namun sangat disayangkan, ketika mata pengintai milik Indonesia itu dalam perjalanannya kemudian dengan sengaja dilumpuhkan.
Pembangunan “Stasiun Bumi” di Jatiluhur, Jawa Barat beberapa tahun silam menunjukkan bagaimana Presiden Soeharto menyadari betul bahwa kelak hanya negara-negara yang memiliki peta jalur udara (satelit) yang akan berjaya. Sebab saat ini, dengan terkoneksinya internet ke dalam perangkat lunak karena adanya jaringan satelit. Sementara internet, kini posisinya telah menjadi kebutuhan primer bagi negara-negara dunia.
Baca Juga:
Membaca Ulang Perang Asimetris di Indonesia
Bung Karno, Soeharto dan Jokowi Disebut Sebagai Pemimpin Paling Berhasil, Pengamat: Riset yang Terburu-buru
Indosat Hilang, BRIsat Pun Datang
Tak bisa dipungkiri memang, perkembangan satelit dan teknologi telah bergerak begitu cepat. Situasi ini yang kemudian membawa negara-negara dunia dihadapkan pada persoalan data. Dalam sebuah artikel berjudul Era Big Data, Era Inovasi, menjelaskan tanpa disadari setiap individu saat ini menghasilkan serta berurusan dengan data.
Mulai dari data sederhana berupa pesan SMS, percakapan di telepon, posting di Facebook, obrolan di WhatsApp, hingga data penting seperti laporan SPT Pajak Online atau presentasi tender milyaran rupiah kepada klien. Sejumlah pakar memprediksi bahwa saat ini diperkirakan sekitar 2.5 triliun byte data dihasilkan setiap harinya. Mesin pencari google saja konon memproses 3.5 juta permintaan/hari dan Facebook menayangkan 300 juta foto/hari.
Inilah era dimana satelit telah bermetamorfosis menjadi aset strategis masa depan. Tanpa peran strategis statelit, maka tidak akan ada aktifitas dunia siber, percakapan via telpon dan sejenisnya.
PALAPA Proyeksi Masa Depan Indonesia
Sejak pertama kali diluncurkan pertama kali pada 8 Juli 1976, satelit PALAPA digadang-gadang menjadi ‘mata pengintai’ bagi masa depan Indonesia. Dengan memberi nama PALAPA kepada satelit geostasioner Indonesia jelas menunjukkan bahwa Presiden Soeharto adalah seorang visioner, seorang negarawan ahli strategi yang berpikir jauh melampaui zamannya dalam membangun masa depan NKRI.
Pemberian nama PALAPA yang diambil dari “Sumpah Palapa” pada zaman kerajaan Majapahit itu bukanlah tanpa maksud dan tujuan. Sumpah Palapa yang diucapkan oleh seorang Maha Patih yang bernama Gajah Mada pada abad ke 14 merupakan simbol kekuatan negara dalam menyatukan seluruh wilayah Kepulauan Nusantara. Dengan angkatan laut yang kuat, Majapahit berhasil menjadikan Nusantara sebagai “poros maritim” dunia sebagaimana Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7.
Penguasaan lautan pada zaman dahulu sama strategisnya dengan penguasaan angkasa pada abad 21 ini. Indonesia belum mampu menggarap secara maksimal potensi ekonomis kekayaan angkasanya. Padahal dengan teknologi satelit yang didukung dengan teknologi komunikasi – wilayah udara Indonesia menjadi “jalan tol” lalu lintas saluran TV, telepon dan internet bagi milyaran akses dan transaksi antar manusia, perusahaan maupun negara setiap tahunnya. Jauh melebihi jumlah wisatawan yang datang mengunjungi Indonesia. Belum lagi lalu lintas pesawat-pesawat udara komersial yang lalu lalang melintas. Bayangkan berapa nilai rupiahnya dalam setahun.
Oleh karena itu, satelit adalah aset negara yang strategis. Satelit telah menjadi bagian dari hajat hidup orang banyak oleh karena itu harus dikuasai oleh Negara. Karena satelit yang terintegrated dengan teknologi komunikasi dan teleskop merupakan pancaindera suatu negara. Satelit dapat dipakai meramalkan iklim, memetakan daratan, memotret lokasi, mengindera sumber kekayaan alam, dan menjadi alat navigasi seperti GPS, dan lain sebagainya.
Melumpuhkan Mata Pengintai
Bagi kepentingan asing yang sudah lama mengincar Indonesia, satelit PALAPA merupakan aset strategis pertama yang harus dilumpuhkan dan direbut untuk melemahkan Indonesia. Tanpa satelit, Indonesia menjadi buta dan tuli. Peluang itu datang di era pemerintahan Presiden Megawati yang diangkat menggantikan Presiden Gus Dur yang dijatuhkan melalui Sidang Istimewa MPR pada 2001.
Dengan kepiawaian Gita Wirjawan yang pada saat itu bekerja sebagai konsultan Temasek Singapura – berhasil mengatur penjualan aset strategis itu dengan mulus. Maka beralih tanganlah INDOSAT dengan harga yang murah. Sejak penjualan itu, Indonesia menjadi ajang penyadapan asing. Dan pemilik baru Indosat meraup untung milyaran dolar.
Dan yang paling menyakitkan adalah privasi kita sebagai bangsa diketahui oleh orang lain, bayangkan seluruh komunikasi, transaksi perbankan bahkan rahasia negara bisa dimonitor secara transparan oleh kekuatan asing, jadi untuk memata-matai Indonesia tidak perlu repot-repot mengadakan penyadapan dan operasi intelejen, karena Indonesia memang sudah telanjang bulat termasuk dalam sistem pertahanan dan keamanan negara. Jika kondisi telanjang bulat tersebut terus dibiarkan berlarut-larut maka integritas NKRI akan porak-poranda diserbu predator-predator korporasi transnasional yang kelaparan di era global.
Editor: Romandhon