Politik

Pra Kongres Boemipoetra Nusantara, Prof Kaelan: Jangan Sampai Indonesia Benasib Seperti Singapura

Pra Kongres Boemipoetra Nusantara, Prof Kaelan Jangan Sampai Indonesia Benasib Seperti Singapura
Akademisi Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Prof. Dr. Kaelan, MS. (Ddua dari kiri) menjadi narasumber diskusi Pra Kongres Boemipoetra Nusantara Indonesia Bagian Barat bertajuk “Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri” di Hotel Santika Premier Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Senin (23/4/2018). (Foto: Ahmad S/NusantaraNews)

NUSANTARANEWS.CO, Yogyakarta – Prof Kaelan mengatakan bahwa dewasa ini banyak generasi bangsa yang lupa bahkan tidak mengetahui tentang jati diri bangsa Indonesia yang sebenarnya. Hal ini memang telah dikehendaki oleh kalangan kapitalisme dan imperialisme.

Demikian disampaikan oleh Prof Dr. Kaelan, MS pada sesi diskusi Pra Kongres Boemipoetra Nusantara Indonesia Bagian Barat bertajuk Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri di Hotel Santika Premier Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Senin (23/4/2018).

“Dalam sejarah Indonesia pasca kemerdekaan selama 73 tahun ini kita lupa akan nasib bangsa yang dengan tumpahan darahnya merebut tanah air Indonesia ini dari tangan penjajah,” kata Prof Kaelan dalam paparan materinya.

Bangsa dan negara Indonesia didirikan atas kesadaran hidup bersama segenap elemen bangsa dan telah disepakati oleh kalangan pemuda sejak tahun 1928.

“Bagi Boemipoetra dalam perjuangan mendirikan bangsa dan negara Indonesia melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang,” ujar Akademisi Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Baca Juga:  PWRI Sumenep dan KPU Gelar Sosialisasi Pilkada 2024 untuk Kelompok Tani di Desa Lembung Barat

Baca juga: Datangkan Para Pakar, Pra Kongres Boemipoetra Digelar di Yogyakarta

Prof. Kaelan juga menyampaikan nilai-nilai Pancasila sebagai filsafat Boemipoetra dalam mendirikan negara Indonesia. Bagi Boemipoetra dan negara Indonesia waktu itu, lanjutnya, dasar filsafat dalam kehidupan bersama adalah Pancasila.

“Pancasila sebagai core philosophy negara Indonesia, sehingga konsekuensinya ialah esensi staatsfundamentalnorm bagi reformasi konstitusionalisme,” jelas Kaelan.

“Nilai-Nilai yang terkandung dalam filsafat negara tersebut, sebagai dasar filosofis-ideologis untuk mewujudkan cita-cita negara, baik dalam arti tujuan prinsip konstitusionalisme sebagai suatu negara hukum formal, maupun empat cita-cita kenegaraan yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945,” imbuhnya menguraikan.

Dalam perjalanannya, sambung Prof Kaelan, pasca dilakukan amandemen UUD 1945 khususnya pada pasal 33 ayat 1, 2 dan 3, sumber-sumber kemakmuran dan kesejahteraan dikuasai kalitalis asing.

“Akibatnya nasib Boemipoetra menjadi objek dari kalangan kapitalis yang menguasai sumber-sumber kemakmuran bangsa. Dengan lain perkataan Boemipoetra hanya menjadi pembantu kalangan kapitalis,” ungkapnya.

Baca Juga:  Kemiskinan Masalah Utama di Jawa Timur, Sarmuji: Cuma Khofifah-Emil Yang Bisa Atasi

Tak hanya itu, ia juga memandang Indonesia seperti sinetron dunia terbalik. Dimana tak sedikit dari kekayaan bangsa telah dikuasai asing dan elitnya semacam melakukan pembiaran. “Jangan sampai Indonesia seperti Singapura. Meski negara besar namun elitnya semua WNA, utamanya Cina,” tegas Prof. Kaelan.

Pewarta: Achmad Sulaiman
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,094