Budaya / SeniPuisi

Kidung Kartini – Puisi HM Nasruddin Anshoriy Ch

Kidung Kartini

Kartini tak pernah ingkar janji
Dengan pena setajam sembilu
Putri Jepara berkebaya biru itu tak pernah berhenti menggambar matahari buat anak-cucu

Bukan surga yang ia cari, apalagi bedak dan gincu.

Dari pantai utara kota Rembang ia berenang hingga ke Negeri Belanda
Menggenggam surat yang lusuh dan basah oleh cita-cita agar dibaca oleh dunia

Masih dengan kain kebaya berwarna biru ia menari di antara karang tanpa wajah murung
Mengibaskan sayap-sayap cinta untuk menaklukkan deru gelombang dan desing peluru

Kartini begitu indah membaca samudera
Lalu puisi demi puisi ditulisnya hingga menjelma mantra
Menggerakkan ribuan layar cahaya hingga berpendar di cakrawala

Dengan akal budi dan gelora zikir bertaburan doa
Kartini memanjat langit hingga menggapai puncaknya

Berbekal rindu untuk merdeka
Kartini muda begitu khusyuk belajar merenda cahaya
Ia memulai sejarah nafasnya dengan membaca Juz Amma

Berbekal itulah ia membangun jembatan emas bagi kaumnya.

Baca Juga:  Pencak Silat Budaya Ramaikan Jakarta Sport Festival 2024

Kartini tak pernah patah hati
Tak ada istilah itu dalam kamus hidupnya mengucap benci

Berkalung tasbih ia tegak berdiri dan pantang merintih
Bibirnya tetap menyala walau tanpa lipstick dan gincu.

Jika Kartini adalah diri kita sendiri
Lantas kenapa bangsa ini begitu sulitnya belajar sejarah atau melukiskan cinta dalam puisi?

Gus Nas Jogja, 2017

Kartini tak pernah ingkar janji
Dengan pena setajam sembilu
Putri Jepara berkebaya biru itu tak pernah berhenti menggambar matahari buat anak-cucu

Bukan surga yang ia cari, apalagi bedak dan gincu.

Dari pantai utara kota Rembang ia berenang hingga ke Negeri Belanda
Menggenggam surat yang lusuh dan basah oleh cita-cita agar dibaca oleh Dunia

Masih dengan kain kebaya berwarna biru ia menari di antara karang tanpa wajah murung
Mengibaskan sayap-sayap cinta untuk menaklukkan deru gelombang dan desing peluru

Kartini begitu indah membaca samudera
Lalu puisi demi puisi ditulisnya hingga menjelma mantra
Menggerakkan ribuan layar cahaya hingga berpendar di cakrawala

Baca Juga:  Ketum APTIKNAS Apresiasi Rekor MURI Menteri Kebudayaan RI Pertama

Dengan akal budi dan gelora zikir bertaburan doa
Kartini memanjat langit hingga menggapai puncaknya

Berbekal rindu untuk merdeka
Kartini muda begitu khusyuk belajar merenda cahaya
Ia memulai sejarah nafasnya dengan membaca Juz Amma

Berbekal itulah ia membangun jembatan emas bagi kaumnya.

Kartini tak pernah patah hati
Tak ada istilah itu dalam kamus hidupnya mengucap benci

Berkalung tasbih ia tegak berdiri dan pantang merintih
Bibirnya tetap menyala walau tanpa lipstick dan gincu.

Jika Kartini adalah diri kita sendiri
Lantas kenapa bangsa ini begitu sulitnya belajar sejarah atau melukiskan cinta dalam puisi?

Gus Nas Jogja, 2017

HM Nasruddin Anshoriy Ch atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, HB. Jassin, Mochtar Lubis, WS. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional.

Baca Juga:  Ketum APTIKNAS Apresiasi Rekor MURI Menteri Kebudayaan RI Pertama

Baca juga: Ibu Kita Syahrini – Puisi HM Nasruddin Anshoriy Ch

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]

Related Posts

1 of 3,050